Jakarta, (ANTARA News) - Tidak terbanyangkan oleh Novia Intan Cahaya Ismail (8), bocah yatim asal Sigli Aceh, bisa tampil di panggung utama sidang tahunan Bank Pembangunan Islam (IDB). Bersama sepuluh anak yatim lain, Novia, diterima raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz, yang membuka sidang Bank Pembangunan Islam, di Jeddah, Senin (3/6) lalu. Sebuah kesempatan yang sangat amat langka, bahkan Novia mendapat ciuman pipi dan belaian lembut dari sang Raja yang terkenal sangat jarang tampil di depan publik itu. Novia adalah salah satu dari sepuluh anak yatim korban tsunami asal Aceh yang hari itu berhasil mendapatkan ciuman pipi dan belaian Raja dan sementara seluruh delegasi perbankan dari seluruh dunia takzim menyaksikan kejadian itu. Tampilnya kesepuluh anak yatim korban tsunami itu adalah buah kerja keras dari Baitulmaal Muamalat (BMM) yang merupakan badan dibawah Bank Muamalat yang mengasuh para yatim piatu korban Tsunami Aceh dalam program Kafala, yang didanai oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) melalui Bank Pembangunan Islam (IDB). Program Kafala yang dimulai sejak 2006 berhasil mengasuh 2025 anak yatim korban tsunami yang tersebur di empat kabupaten di Aceh, tidak hanya memberi beasiswa namun juga biaya hidup per bulan serta mentoring bagi perkembangan psikis anak yang dilakukan oleh beberapa instruktur. Keberhasilan BMM dalam mengelola program inilah yang mendorong Raja Arab Saudi untuk mengundang sepuluh perwakilan anak yatim tersebut untuk tampil dan diterima Raja pada pembukaan sidang tahunan IDB di Jeddah. Raja Abdullah merupakan donatur tetap bagi seribu anak yatim di bawah asuhan program Kafala BMM. Menurut manajer program kafala BMM, Nuryanto Zunaidi Lc, diterima langsung oleh raja dan bahkan disalami dan dicium pipi satu persatu, merupakan penghargaan yang tak terhingga untuk program yang dipimpinnya. "Saya sangat terkesan dan tidak menyangka ternyata anak-anak benar-benar berhasil bertemu raja, dan sempat pula mengucapkan terima kasih langsung kepada raja atas bantuannya kepada para anak yatim korban tsunami. Hal ini akan menambah semangat bagi kami untuk lebih meningkatkan kinerja program di masa mendatang," ujarnya. Nuryanto menambahkan, sebenarnya dari awal anak-anak yatim itu telah menyiapkan tarian khas Aceh, Seudati, namun karena keterbatasan waktu penampilan tarian itu gagal ditampilkan. Namun demikian pihaknya sudah merasa beruntung bisa bertemu raja dan sempat pula memberi cinderamata. Kesan manajer Kafala tak belebihan. Menurut Konjen RI di Jeddah Gatot Abdullah Mansyur, bertemu raja adalah kesempatan sangat langka, maka sangat bersyukur jika anak-anak korban tsunami itu berhasil bertetap muka dengan raja secara langsung. "Itu kejadian yang sangat langka, saya saja hingga belum pernah berjabat tangan dengan beliau, beruntung anak-anak bertemu langsung, mudah-mudahan ini akan membawa berkah dan kebaikan bagi program Kafala di masa depan," ujarnya ketika menerima rombongan anak-anak yatim di wisma Konjen RI di Jeddah, Jumat. Sebagai undangan raja, anak-anak korban tsunami itu memang cukup mendapat perlakukan istimewa, sejak tiba di bandara selalu disambut di ruang VIP bahkan sesekali di ruang VVIP. Dubes dan Konjen RI juga berkesempatan bertemu dan menjamu para anak yatim, serta beberapa pejabat penting di IBD juga menyambut mereka dengan ramah saat rombongan berkunjung ke kantor pusat IDB di Jeddah. Kloning program Sambutan yang antusias dari pihak donor terhadap program Kafala BMM itu membuat para pengelola makin optimis untuk bisa membantu mempersiapkan anak-anak korban tsunami dalam menghadapi masa depannya, karena program pendampingan itu telah mendapat jaminan pendanaan hingga 15 tahun ke depan. Menurut Nuryanto, program Kafala yang dikelolanya dinilai berhasil oleh pihak donor, bahkan pihaknya akan diberi target untuk mengasuh anak yatim hingga 25 ribu anak di tahun-tahun mendatang. Lebih melegakan lagi, sistem kerja dari program Kafala itu akan "dikloning" untuk diterapkan di negara-negara Islam oleh IDB untuk membantu para yatim piatu. "Tidak hanya dipakai untuk dijadikan program percontohan, pada anak asuh Kafala Program juga akan diseleksi untuk dijadikan duta-duta IDB di negara Islam untuk program yang sama, dan jangka panjangnya anak-anak pilihan itu akan diberi beasiswa untuk melanjutkan pendidikan tinggi di universitas-universitas di Luar Negeri," kata Nuryanto bangga. Tantangan dan penghargaan ini tentu saja menjadi tantangan bagi BMM untuk meningkatkan kinerja programnya, karena mengelola ribuan anak yatim seperti yang ditargetkan bukan pekerjaan yang mudah, perlu dukungan dari semua pihak, khususnya dari pemerintah setempat. Kerjasama dengan pihak IDB untuk mengasuh para anak yatim korban tsunami ini sendiri telah berjalan tiga tahun sejak ditandatangani pendirian sekolah bagi korban tsunami "Islamic Solidarity School" (ISS) di Jantho Aceh, pertengahan 2006 lalu, dan dilanjutkan dengan peluncuran program Kafala bagi yatim lainnya di empat Kabupaten di Aceh. Kini tantangannya pada para pengelola untuk lebih berkhidmat dalam menanangi anak yatim sebab hal ini menyangkut nama baik negara di mata negara donor. "Bagi kami selaku pengelola, komitmen para pedonor itu sungguh sangat menggembirakan, namun juga beban karena harus menjaga amanah yang sangat besar ini, karena hal ini menyangkut nama baik bangsa di mata internasional, namun juga dimata Tuhan, karena jika salah kelola bisa-bisa kami mendapat laknat dari Tuhan," ujarnya dengan nada serius.(*)

Oleh Oleh M Zarqoni Maksum
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008