Surabaya (ANTARA News) - Pimpinan Ahmadiyah Wilayah Jawa Timur (Jatim) menunggu sikap Pimpinan Ahmadiyah Pusat untuk menyikapi Surat Keputusan Bersama (SKB) bernomor 3 Tahun 2008, Nomor Kep-033/A/JA/6/2008 dan Nomor 199 Tahun 2008, namun Pimpinan Ahmadiyah Pusat belum menerima naskah SKB tertanggal 9 Juni 2008 itu. "Kami menunggu sikap pusat, tapi kami sudah konfirmasi ke pimpinan pusat, ternyata mereka belum menerima SKB itu, sehingga belum dapat bersikap," kata Muballigh (Pimpinan Rohani) Ahmadiyah Wilayah Jatim, Ust. Ma`shum Ahmad, kepada ANTARA News di Surabaya, Selasa. Ia mengemukakan hal itu ketika dikonfirmasi tentang SKB Menag, Mendagri, dan Jaksa Agung yang memerintahkan kepada penganut Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) untuk menghentikan penyebaran, penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam. "Yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW," kata Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, didampingi Mendagri Mardiyanto, dan Jaksa Agung Hendarman Supandji di Jakarta (9/6). Menurut Ma`shum Ahmad yang juga imam Masjid An-Nur, Bubutan, Surabaya (masjid Ahmadiyah Jatim), dirinya melihat SKB itu diterbitkan atas dasar Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), sedangkan Fatwa MUI itu sendiri dikeluarkan tanpa dialog dengan Ahmadiyah, kecuali penafsiran atas "kitab suci" Ahmadiyah. "Fatwa MUI itu sangat kami sesalkan, kaeena dibuat secara sepihak, padahal kami siap berdialog dengan MUI bersama ulama dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya secara argumentatif dan ilmiah," katanya. Ia menegaskan bahwa Ahmadiyah tetap mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir, sedangkan Mirza Ghulam Ahmad adalah jelmaan dari Nabi Isa AS yang dijanjikan Al-Qur`an akan turun ke bumi di akhir zaman, seperti keyakinan tentang turunnya Imam Mahdi menjelang kiamat. "Bagi kami, Mirza Ghulam Ahmad itu jelmaan Nabi Isa, sehingga dia bukan nabi setelah Nabi Muhammad SAW, tapi justru Nabi Isa yang turun sebelum Nabi Muhammad SAW, kemudian diturunkan kembali ke bumi untuk menandai akhir zaman. Bagi kami, akhir zaman itu sudah ada," katanya. Oleh karena itu, katanya, Nabi Muhammad SAW bagi Ahmadiyah adalah nabi terakhir sebagaimana keyakinan umat Islam lainnya, karena itu amaliah penganut Ahmadiyah juga sama mulai dari salat, puasa, haji ke Makkah, dan seterusnya. "Kami memang dilarang di beberapa negara, tapi hal itu juga akibat pemahaman yang sama dengan MUI," katanya. Mengenai kesimpulan bahwa Mirza Ghulam Ahmad merupakan jelmaan Nabi Isa, ia mengatakan hal itu berdasarkan tanda-tanda akhir zaman yang dipahami Ahmadiyah dan turunnya ilham yang diterima Mirza Ghulam Ahmad. "Kami siap menjelaskan ilham yang diterima Mirza Ghulam Ahmad, tapi kami justru dilarang secara sepihak pada tahun 1980 dan 2005, kemudian sekarang ada lagi. Bagaimana sikap kami, kami menunggu sikap pusat dulu. Mungkin nanti ada musyawarah Ahmadiyah secara nasional," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008