Oleh Askan Krisna Jakarta (ANTARA News) - Selang delapan bulan setelah perundingan perdamaian Palestina-Israel yang diprakarsai Amerika Serikat (AS) di Annapolis, Maryland, AS, militer Israel justru tampak makin membabi-buta terhadap penduduk Gaza dan Tepi Barat, wilayah Palestina yang mereka duduki sejak perang 1967. Setelah kota miskin itu dikepung dan tidak berdaya, masyarakat internasional melontarkan kecaman-kecaman atas bahaya kelaparan dan pembunuhan yang dilakukan tentara negara Yahudi itu. Namun, para pemimpin di Tel Aviv mengabaikan kesepakatan untuk tidak memperluas pemukiman Yahudi di wilayah yang dicaploknya itu. Pada awal bulan ini, pemerintah Israel bahkan menyatakan akan membangun 884 rumah lagi untuk pemukiman Yahudi di Jerusalem Timur, kota yang dicanangkan sebagai ibukota negara Palestina merdeka. Kementerian perumahan negara Yahudi itu bahkan menyatakan telah membuka tender bagi pembangunan perumahan tersebut, seraya menyatakan bahwa langkah itu dilakukan untuk memenuhi "kebutuhan penting perumahan bagi warga Yahudi". Dari jumlah itu, 121 rumah akan dibangun di Har Homa dan 763 di Pisgat Zeev. Har Homa, yang terletak di sekitar kota Tepi Barat yang diduduki, Bethlehem, telah menjadi sumber sengketa sejak pembangunannya pada akhir tahun 1990-an. Bahkan, kasus yang dipandang kontroversi ini telah menjadi persoalan hanya kurang dari sepekan setelah kedua pihak melanjutkan kembali perundingan perdamaian resmi di Annapolis, November lalu. Ketika itu, Israel berencana akan membangun lebih dari 300 unit rumah baru di sana. Rencana perluasan pemukiman, terakhir bahkan terjadi pada malam menjelang rencana pertemuan antara PM Olmert dan Presiden Palestina Mahmud Abbas, yang berjanji akan berusaha menciptakan kesepakatan perdamaian secara penuh pada Januari 2009. Rakyat Palestina telah berulangkali meminta agar perluasan pemukiman Yahudi di Tepi Barat termasuk Jerusalem timur, yang menjadi penghambat tercapainya kesepakatan perdamaian, dihentikan. Tetapi Israel berpendapat seluruh Jerusalem sebagai ibukota tak bisa dibagi dan bersikeras akan melanjutkan pembangunan blok-blok pemukiman terbesar Yahudi di sektor timur kota dan di Tepi Barat. Tel Aviv mengharapkan peluang akan mereka capai dalam suatu perjanjian, sebelum Presiden AS George W.Bush meninggalkan kantornya di Gedung Putih, pada Januari 2009. Sementara itu di negaranya, dia berada di tengah-tengah tuduhan korupsi baru, dan terancam tergusur dari kursi perdana menteri. Pemerintah Indonesia mengecam rencana Israel membangun 884 rumah di wilayah Yerusalem timur itu, dan menilai tindakan tersebut mengandaskan semua upaya perdamaian yang tengah dibangun kembali. Menurut keterangan resmi Departemen Luar Negeri di Jakarta, pemerintah Indonesia mengajak masyarakat dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk peduli dengan masalah perluasan permukiman itu, mengingat tindakan tersebut jelas merupakan unsur mendasar dari kelanjutan perundingan perdamaian. Indonesia mengharapkan Israel memenuhi tekad, yang dituangkan dalam pernyataan bersama Israel-Palestina, yang disepakati pada pertemuan Annapolis. Pemerintah Indonesia senantiasa merujuk pada dan mendukung keputusan PBB, khususnya Resolusi Dewan Keamanan No. 242 (1967) dan No. 338 (1973), yang menyebutkan pengembalian tanpa syarat semua wilayah Arab yang diduduki Israel, dan pengakuan atas hak sah rakyat Palestina menentukan nasib sendiri, serta mendirikan negara di atas tanah airnya dengan al-Quds as-Syarif (Yerusalem Timur) sebagai ibukotanya, di bawah asas "tanah untuk perdamaian". Rencana perluasan pemukiman Yahudi itu memicu kemarahan para pejuang militan Palestina, yang membuat mereka meningkatkan serangan-serangannya ke wilayah Israel selatan. Beberapa warga Israel selatan tewas dan cedera. Sebelumnya, operasi militer Israel dengan dalih mengejar kelompok militan hampir terjadi tiap saat di Gaza dan Tepi Barat, yang menimbulkan banyak korban. Sedikit-dikitnya 490 orang, sebagian besar warga Palestina dan terbanyak militan Gaza, telah tewas pascaperundingan perdamaian Israel-Palestina di AS itu. Sementara itu, 16 orang di Israel selatan juga tewas oleh serangan mortir atau roket dari Gaza, sejak dimulainya intifada kedua Palestina, September 2000. Laman web kementerian luar negeri Israel mengatakan, hampir 1.000 roket dan lebih dari 1.000 bom mortir telah ditembakkan ke Israel selatan sejak Januari 2008. Beberapa menteri Israel menyerukan tindakan keras untuk menghentikan serangkaian serangan dari Gaza itu, di mana kelompok Hamas berhasil menyingkirkan pasukan yang loyal kepada Presiden Palestina Mahmud Abbas beberapa waktu lalu. Sedangkan, Abbas menyerukan perlunya dilakukan perundingan untuk rekonsiliasi dan persatuan Palestina berdasarkan perjanjian yang ditandatangani di Yaman, antara gerakan Fatah dan Hamas pada Maret lalu. Terakhir, PM Israel, Ehud Olmert, pada Jumat (6/6) melontarkan perlunya Israel melakukan operasi militer besar-besaran di Gaza yang dikuasai Hamas tersebut, meskipun upaya-upaya Mesir untuk mewujudkan gencatan senjata terus dilakukan. Melihat perkembangan, tantangan mewujudkan perjanjian perdamaian setelah KTT Annapolis bukannya makin maju, dan semua ini terakhir diakibatkan ulah Israel memperluas pemukiman Yahudi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008