Semarang (ANTARA News) - Tindakan represif dalam pemberantasan korupsi, tanpa diimbangi dengan melakukan pembenahan terhadap sistem pelayanan penyelenggaraan pemerintah akan sia-sia dan hanya membuat lelah aparat penegak hukum. Menurut Regional Manager Kemitraan bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan Kantor Regional Yogyakarta, Idham Ibty, di Semarang, Kamis, cara represif hanya memberikan penyelesaian sesaat terhadap pelakunya. "Tindakan represif itu tak membuat pelaku korupsi jera," katanya dalam diskusi terbuka "Menggagas Good Governance di Jateng" yang digelar KP2KKN Jateng bekerja sama dengan Fakultas Hukum Unissula Semarang. Ia mengatakan, langkah represif yang dilakukan aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, dan kepolisian pada kenyataanya belum cukup efektif dalam pemberantasan korupsi di Tanah Air. Tak jera maka diancam dengan Capital Punishment! Langkah itu, kata dia, seharusnya dibarengi dengan tindakan meminimalkan niat, kemungkinan, dan kesempatan bagi semau orang (pejabat) untuk melakukan perbuatan korupsi. Perbaikan perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, yakni cara represif melalui hukuman yang menimbulkan efek jera bagi pelakunya dan cara preventif melalui pembenahan sistem dan mentalitas terjadinya perilaku korupsi. "Jika hanya menggunakan salah satu cara saja tak akan berhasil. Dua cara itu harus dilakukan secara bersama-sama agar para pelaku korupsi di Tanah Air jera," kata Idham. Ia mengatakan, pemerintah Indonesia secara serius telah berupaya memerangi korupsi. Hal itu dibuktikan dengan bergabung ke dalam UNCAC, yakni Konferensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi pada 21 Maret 2006. Melalui sidang pleno DPRD telah menyetujui meratifikasi UNCAC dengan mengeluarkan UU No. 7/2006. Meskipun belum ada hasil yang menggembirakan dalam pemberantasan korupsi, kata Idham, skor indeks persepsi korupsi tahun 2007 turun dari 2,4 menjadi 2,3. "Namun secara keseluruhan Indonesia masih diposisikan sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008