Jakarta (ANTARA News) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meminta Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri kemungkinan adanya money laundering" atau pencucian uang dalam kasus Asian Agri. "Untuk kasus Asian Agri, selain kasus pajak berupa adanya rekayasa keuangan, kami juga sudah berkoordinasi dengan PPATK untuk menyelidiki kemungkinan adanya kasus money laundering", karena kasus money laundering" banyak juga dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia," kata Dirjen Pajak Darmin Nasution di Jakarta, Senin. Darmin menjelaskan, sebenarnya yang paling menonjol dalam kasus Asian Agri adalah kasus rekayasa keuangan yang menyangkut pajak. Ia melihat secara umum, apalagi setelah terjadi krisis, yang paling banyak terjadi adalah rekayasa keuangan, termasuk persoalan pinjaman sejak krisis hingga saat ini. Mengenai adanya dugaan transfer pricing dalam kasus Asian Agri, menurut Darmin, hal itu bukan kasus utama dalam kasus Asian Agri. Menurut dia, kasusnya bukan transfer pricing tapi penggelembungan biaya. Perusahaan menciptakan biaya yang sebenarnya tidak ada. Transfer pricing mungkin yang ketiga setelah rekayasa keuangan dan money laundering". "Transfer pricing walaupun tak utama tetapi kemungkinan itu ada. Misalnya mereka pinjam uang dari luar negeri untuk membeli perusahaan di dalam negeri. Yang pinjam uang itu pemegang saham atau pemilik, tetapi nanti tahu-tahu proses pembayaran utangnya dimasukkan ke perusahaan yang dibeli sehingga bebannya pindah ke perusahaan lain padahal yang pinjam pemilik. Ini juga masuk dalam penggelapan pajak," kata Darmin. Mengenai perkembangan penanganan kasus Asian Agri, Darmin mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan tujuh berkas penyidikan tersangka kepada pihak kejaksaan. "Sudah dipelajari oleh Kejaksaan dan mereka minta perbaikan. Tadinya kita mau kirim yang lain (ada sekitar 12 berkas), tapi mereka agar diperbaiki dulu dan nanti diserahkan sekaligus semuanya," katanya. Ditjen Pajak sudah melakukan penyidikan atas kasus Asian Agri sejak 2007. Perusahaan itu diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp1,3 triliun. Sejumlah tersangka telah ditetapkan dalam kasus tersebut. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008