Kuala Lumpur (ANTARA News) - World Economic Forum (WEF) yang berlangsung 15-16 Juni 2008 di Kuala Lumpur dan dihadiri sekitar 300 pelaku bisnis dari 25 negara, menantang Asia untuk menjadi lokomotif ekonomi dunia. Lonjakan harga minyak dunia yang sudah meroket mendekati angka 140 dolar AS per barel, kenaikan harga bahan makanan dan ketidakpastian sistem keuangan, ditambah sikap proteksionis dari Amerika dan Eropa melahirkan dorongan agar Asia memimpin ekonomi dunia. "Asia mesti ambil alih kelesuan ekonomi dunia," kata Managing Director of Khazanah Nasional, perusahaan induk investasi kerajaan Malaysia, Azman Moktar, yang lantang meneriakkan agar Asia merebut "kendali" ekonomi dunia. Alasan dia, ekonomi negara-negara Asia telah pulih dari krisis ekonomi yang terjadi sepuluh tahun lalu dan kini telah kuat kembali. Makro ekonomi negara-negara Asia dan perusahaan-perusahaan multinasional Asia telah pulih juga bahkan kini makin ekspansif. Wajar para praktisi bisnis dunia meminta Asia mempimpin ekonomi dunia karena ada kecenderungan negara-negara maju di Amerika dan Eropa cenderung bersikap proteksionis, bahkan beberapa pemimpin negara maju yang dipilih rakyatnya karena bersikap proteksionis. Mereka terus menyuarakan perdagangan bebas, tapi juga terus melindungi kepentingan nasionalnya. Amerika sebagai pemimpin ekonomi dunia belakangan ini telah menunjukan sikap proteksionis pada perdagangan global. Kecenderungan partai demokrat akan memimpin Amerika pada mendatang akan makin membuat negara adidaya itu makin proteksionis. Oleh karena itu, sependapat dengan CEO Khazanah, PricewaterhouseCoopers dalam pengantarnya pada WEF mengatakan, kini tiba saatnya bagi Asia yang punya peluang unik untuk membuktikan bahwa kawasan ini siap mengambil alih kursi supir ekonomi dunia. Walaupun pangsa pasar Asia di dunia baru 25 persen, hanya setengah dari produksi ekonomi gabungan Amerika dan Eropa, tapi perdagangan antar negara-negara Asia mengalami pertumbuhan yang pesat yang dapat mengatasi kelesuan pasar di Amerika dan Eropa sebagai dampak dari permintaan impor yang turun akibat inflasi dan kenaikan harga minyak, ujar PricewaterhouseCoopers. Kebangkitan ekonomi Asia, menurut konsultan dunia itu, telah memperkuat kawasan Asia dan juga dunia. Bahkan, lembaga-lembaga dunia seperti PBB, Bank Dunia dan IMF telah memberikan suara dan tanggungjawab yang lebih besar pada Asia. "Hari ini kita menyaksikan Sekjen PBB merupakan diplomat Korea Selatan, akademisi China kini menjadi ketua ekonom di Bankd Dunia, dan seorang pejabat sipil Jepang memimpin UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization)," katanya. Laporan konsultan ekonomi global itu makin memperkuat bahwa memang sudah saatnya Asia untuk memimpin dunia. Tapi untuk memenuhi hal itu bukan hal yang mudah. Ketika Amerika memimpin dunia, diciptakan Bank Dunia, IMF, dan PBB untuk menopangnya. Apakah Asia kini sudah mampu? Kedaluwarsa Chairman Barclay, perusahaan keuangan global, Marcus Agius dari Inggris, bahkan mengatakan bahwa institusi dunia kini sudah benar-benar kadaluarsa atau "out of date" dengan persoalan saat ini. Karena saat ini sudah terbukti bahwa institusi dunia seperti PBB, Bank Dunia dan IMF tidak mampu lagi mengatasi masalah-masalah ekonomi dunia saat ini seperti tingginya harga minyak dan naiknya harga bahan pokok makanan yang mendorong tingginya inflasi di berbagai negara dan menambah jumlah rakyat miskin. Jika Asia ingin tampil memimpin perlu dipikirkan untuk membuat institusi dunia baru seperti Bank Dunia dan IMF, kata Agius. Hal itu yang juga dipertanyakan oleh Azman Mokhtar jika Asia ingin mengambil alih kepemimpinan ekonomi dunia. "Pertanyaannya, apakah Asia memiliki institusi, kepemimpinan dan perhitungan untuk memimpin dalam waktu yang panjang. Dan dari mana kepemimpinan itu akan datang dan muncul?" tanya Azman. "Saya belum melihat Asia belum mempunyai rencana jelas untuk membuat arsitektur keuangan internasional. Asia masih lemah dalam kepemimpinan di tingkat nasional dan regional, apalagi di tingkat global," ungkap dia ketika ditanyakan mengenai kesiapan infrastruktur Asia memimpin ekonomi dunia. Gagasan agar Asia mengambil alih kereta ekonomi dunia sebenarnya merefleksikan para peserta WEF terhadap upaya para politisi negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa yang makin proteksionis dalam menghadapi krisis ekonomi dunia saat ini. "Sikap proteksionis negara-negara maju atas kondisi saat ini akan menjadi ancaman bagi Asia jika ingin memimpin dunia saat ini," kata Chairman, Lloyd`s, Unggeris Lord Levene. Levene mengingatkan para politisi negara-negara maju yang menawarkan langkah proteksi ekonomi kepada para pemilihnya akan memukul balik mereka sendiri. "Jika anda pergi ke Wal-Mart mana pun di Amerika, sekitar 60 hingga 80 persen barang-barang yang dijual adalah produk China," katanya. Menteri Perdagangan Mari Pangestu yang hadir dan dua kali menjadi pembicara dalam WEF itu meminta semua negara untuk tidak panik dalam menghadapi krisis ekonomi dan kelesuan ekonomi dunia saat ini. Pernyataannya agar jangan panik menjadi perhatian bagi wartawan mancanegara yang meliput acara itu. "Sebaiknya kita mengindentifikasi mengapa harga minyak dunia melambung tinggi dan terjadi pula krisis pangan dunia. Setelah itu, kita sama-sama mencari dan membuat daftar solusinya," kata Mari, yang juga analis ekonomi CSIS. (*)

Pewarta: Oleh Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2008