Manila, (ANTARA News) - Topan Fengshen menewaskan sedikit-dikitnya 17 orang dalam banjir dan longsor di Filipina serta menyebabkan sebuah kapal feri hanyut terkatung-katung dengan ratusan penumpang dan awaknya, Sabtu. Princess of Stars mogok di laut yang berombak besar dekat pulau Sibuyan di Filipina tengah dengan 626 penumpang dan 121 awaknya. "(kapal) Itu mati di perairan tersebut tapi kami tidak bisa menjangkaunya karena gelombang besar," kata seorang jurubicara penjaga pantai sebagaimana diberitakan Reuters. Kapal itu meninggalkan Manila Sabtu pagi ke provinsi Cebu di Filipina tengah. Di Filipina selatan, 10 orang tenggelam dan lima orang hilang setelah sebuah sungai meluap di provinsi Maguindanao. Di Cotabato City, satu pria dan satu anak terkubur dalam tanah longsor di tempat pembuangan sampah, kata polisi. Lima orang yang lain juga tenggelam. Fengshen, dengan angin berhembus mencapai 195 Km per jam, bergerak melalui pusat negara Asia Tenggara itu dan diperkirakan pada hari Minggu akan menuju utara melalui Taiwan, menurut situs Internet pemburu badai www.tropicalstormrisk.com. Presiden Gloria Macapagal Arroyo telah memerintahkan operasi pembersihan dan pertolongan sebelum keberangkatannya untuk kunjungan delapan hari ke AS. Di selatan, angkatan laut menggunakan kapal karet bermotor untuk menolong warga yang terkurung di air setinggi dada orang dewasa. Fengshen, topan keenam yang menghantam Filipina tahun ini, telah membongkar pohon dan kabel listrik di sebagian luas negara itu. Sejumlah penerbangan dibatalkan dan kapal bertahan di pelabuhan. Di Boracay, pulau liburan terkenal Filipina, wisatawan membatalkan kegiatan mendatangi tempat wisata pasir putih dan memilih untuk menghabiskan waktu di bar serta restoran. Hujan deras membuat basah kuyup Manila dan awak pertolongan siap jika terjadi banjir. "Kami tidur semalam di pusat darurat", manajer umum Otoritas Pembangunan Metro Manila Roberto Nacianceno mengatakan pada radio setempat. Sekitar 20 badai melanda Filipina setiap tahun, memicu banjir dan evakuasi massal. Kelompok lingkungan menuding penebangan kayu liar karena membuat banjir lebih buruk, khususnya di Filipina tengah, tempat lebih dari 5.000 orang tewas pada 1991 akibat banjir yang dipicu oleh topan. Pada Februari 2006, 1.000 orang terkubur ketika longsor dari sebuah gunung tandus merendam sebuah desa pertanian di sebuah pulau di Filipina tengah.(*)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008