Palangka Raya (ANTARA News) - Bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar di Kota Palangka Raya langsung menghilang di tingkat pedagang eceran selang beberapa jam setelah Pemerintah Kota setempat memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) BBM. Pemantauan ANTARA di Palangka Raya, Selasa, ratusan pengecer di sejumlah kawasan padat penduduk menutup kiosnya dengan alasan kehabisan stok BBM, setelah pemda menetapkan HET premium dan solar masing-masing sebesar Rp7.000 dan Rp6.500 per liter. Padahal sehari lalu (23/6) masih ditemukan banyak pengecer yang berjualan premium dan solar dengan harga rata-rata mencapai Rp12 ribu per liter. Para pengecer rata-rata "kompak" menolak pemberlakuan HET yang dinilai mematikan usaha mereka. Keputusan menetapkan HET BBM sebelumnya diambil dengan melihat kondisi antrean panjang kendaraan di semua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Palangka Raya yang tak kunjung mereda. HET BBM di tingkat pengecer itu berlaku terhitung mulai tanggal 24 Juni 2008 pukul 00.00 WIB. Bagi pengecer yang menjual melebihi ketentuan akan diproses hukum lebih lanjut. Seorang pengecer di kompleks Rajawali Palangka Raya, Sunar, mengaku memilih tidak berjualan karena takut ditangkap bila menjual di atas HET seperti ancaman Pemda. Sedangkan bila menjual sesuai HET justru membuatnya merugi. "Harga mahal itu wajar karena kami juga rela antre berjam-berjam untuk mendapat BBM. Jadi kami ini menjual jasa. Kalau orang mau beli silahkan, tidak juga tidak apa-apa," kata Sunar mengeluhkan kebijakan Pemda itu. Meski tutup, di papan kios para pengecer BBM itu tertempel surat keputusan Pemerintah Kota Palangka Raya yang mencantumkan harga jual premium sesuai HET yakni Rp7.000 untuk premium dan Rp6.500 untuk solar. Sebagian kecil pengecer lain, tetap nekat berjualan dengan harga diatas HET dengan alasan belum mengetahui edaran resmi dari pemerintah. Dampak tutupnya sebagian besar kios pengecer BBM menyebabkan masyarakat kesulitan memperoleh BBM. Warga terpaksa memilih antre di SPBU, karena tidak menemui pengecer yang menjual BBM. "Penetapan HET tidak efektif, karena pengecer tetap tidak mau menjual dengan harga itu atau malah tidak jualan sekalian. Harusnya pemerintah menyidak para pengecer itu yang ikut menimbun BBM," keluh seorang warga, Rahman. Rahman yang mengaku telah antre selama tiga jam di SPBU Jalan S Parman mendesak pemerintah agar penetapan HET diikuti tindakan tegas dengan merazia para pengecer di pinggir jalan yang tak patuh seperti yang dilakukan di Kalimantan Selatan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008