Pekanbaru (ANTARA News) - Dewan Kesenian Riau menggelar malam apresiasi seni yang bertajuk Bulan Soetardji Calzoum Bachri, yang sering disebut sebagai "Presiden Penyair Indonesia", di Pekanbaru, Selasa malam. Acara tersebut merupakan puncak dari rangkaian bulan seni sebagai penghormatan bagi pria asli Riau itu, yang pada saat bersamaan merayakan ulang tahun ke-67. Ketua Dewan Kesenian Riau, Eddy Akhmad RM, mengatakan malam apresiasi bukan hendak mengkultuskan Sutardji, melainkan sebagai bentuk terima kasih terhadap sumbangannya sebagai seniman yang membawa pembaruan dalam puisi Indonesia modern layaknya Chairil Anwar. "Sutardji memegang kebudayaan melayu dalam berkarya, mempopulerkan mantra yang merupakan kebudayaan nenek moyang yang mulai terkubur," katanya. Ia juga berharap, pencanangan bulan Juni sebagai Bulan Sutardji Calzoum Bachri dapat meningkatkan apresiasi generasi muda terhadap sastra. Sutardji mengaku beruntung menjadi salah satu seniman yang mendapat apresiasi dari masyarakat Indonesia, khususnya di Riau. Pria kelahiran Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, itu mengatakan sebuah karya sastra menjadi tidak bermanfaat tanpa ada apresiasi dari masyarakat. Dalam kesempatan itu, ia membawakan sejumlah sajak dan mantra buatannya selama ini seperti "Ngit" dan "Himbau Batu". Dengan rambut panjangnya yang terurai dan berpakaian serba hijau, Sutardji tampak lebih seperti seorang veteran perang ketimbang seniman. Kemahirannya memainkan harmonika dan suaranya khasnya yang serak dan lantang memukau sekitar 100 penonton yang mayoritas adalah seniman. Rangkaian bulan untuk Presiden Penyair itu dimulai sejak 22 Juni, berisikan lomba baca puisi dan cerpen karya Sutardji yang diikuti oleh 60 orang guru dan 105 pelajar di Pekanbaru. Malam itu juga menjadi moment untuk peluncuran buku kumpulan tulisan tentang Sutardji yang berjudul "...Dan, Menghidu Pucuk Mawar Hujan". (*)

Copyright © ANTARA 2008