Oleh M. Irfan Ilmie Nganjuk (ANTARA News) - "Mana Thoriq? Sekarang, saya ingin ketemu. Mana yang namanya Thoriq?" kata Djoko Suprapto yang bernafsu ingin segera bertemu pria yang selama ini menjadi utusan Tim Banyugeni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu. Sesaat kemudian, M Thoriq muncul dari kerumunan orang yang memadati halaman rumah Djoko Suprapto di Dusun Turi, Desa Ngadiboyo, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, Jatim, Kamis (20/6) siang. "Thoriq, kamu harus bisa menjelaskan kepada masyarakat dan wartawan, karena selama ini kamulah yang selalu mengintimidasi saya. Kamu harus bertanggung jawab!" kata Djoko dengan nafas tersengal yang kemudian ditenangkan oleh istri dan seorang anggota TNI berseragam lengkap. Teriakan Djoko Suprapto itu pun akhirnya sirna setelah beberapa orang kerabat dan anggota TNI tadi mengunci rapat pintu rumah. Thoriq pun akhirnya mengakui bahwa kemampuan Djoko Suprapto menghidupkan genset dengan bahan bakar dari air itu bisa dibuktikan di depan ratusan masyarakat dan wartawan cetak dan elektronik. "Saya bersyukur, dua tuntutan, yakni temuan itu harus bisa dibuka kepada masyarakat umum dan Pak Djoko juga harus bisa mempertontonkan temuannya di depan para wartawan. Dan hari ini dengan mata kepala sendiri saya membuktikan temuan itu," kata Thoriq yang mengaku diminta oleh tim Banyugeni UMY sekaligus untuk mendapatkan investor untuk mendanai temuan Djoko. Sudah lama masyarakat ingin membuktikan kebenaran temuan Djoko Suprapto itu. Namun selama ini pria misterius itu selalu mengurung diri di rumahnya yang berada di tengah areal persawahan Dusun Turi. Apalagi sebelumnya dia sempat dikabarkan hilang. Kamis (19/6) siang itu sekitar pukul 10.30 WIB, pria asal Solo, Jateng berusia 48 tahun itu keluar rumah. Tanpa basa-basi pada kepada masyarakat dan wartawan yang menungguinya sejak pagi, Djoko langsung menuangkan air dari selang plastik ke dalam sebuah tabung besi. "Lihat Mas, ini air beneran kan?" katanya meminta wartawan dan ratusan masyarakat yang memadati halaman rumahnya. Setelah tabung itu penuh, Djoko masuk rumah berganti pakaian. Sejurus kemudian, pria yang saat itu mengenakan kemeja lengan pendek warna hitam senada dengan celana dan topi bertuliskan "Jodhipati" itu menghidupkan mesin bekas mobil berbahan bakar bensin. Hanya berlangsung sekitar 10 menit mesin bekas itu dimatikan. Lalu mesin genset berbahan bakar air itu dihidupkan, sebagian orang bertepuk tangan menyaksikannya. Apalagi dalam sekejap lampu-lampu yang menerangi padepokan di depan rumah Djoko menyala dengan energi yang berasal dari genset berbahan bakar air tadi. Djoko pun mengakui, genset itu tidak seluruhnya mengkonsumsi air. "Memang tidak semuanya air, ada solar juga. Tapi komposisinya 70 persen air dan 30 persen solar. Bahkan mesin ini juga mampu mengkonsumsi 90 persen air dan 10 persen solar," katanya sambil menunjuk sebuah jeriken berisi lima liter solar yang posisinya lebih tinggi dari tabung berisi air. Oleh sebab itu dia menegaskan, pihaknya hanya memanfaatkan air sebagai energi alternatif yang ramah lingkungan berkadar emisi rendah. "Ini tidak ada kaitannya dengan Blue Energy, ya ini temuan saya, bahan bakar alternatif ramah lingkungan dengan memanfaatkan air," katanya. Meskipun belum pernah diujicobakan pada mesin lainnya, namun dia menjamin mesin yang menggunakan bahan bakar dari air yang dimasukkan dalam tabung khusus ciptaannya itu akan berumur panjang. "Anda rasakan sendiri derunya lebih halus dan tidak berasap sedikitpun. Alat-alat ini mudah didapat di dalam negeri dan tidak mahal," kata pria 48 tahun yang beberapa waktu sebelumnya dikabarkan menghilang itu. Menurut dia, air yang dimasukkan ke dalam tabung khusus itu diproses dengan katalisator-katalisator tertentu untuk menghasilkan karbon yang mampu menjadi energi alternatif. Saat ditanya, apakah penemuannya itu dapat digunakan menjalankan kendaraan bermotor, Djoko Suprapto menjawab sangat mungkin. "Tinggal bagaimana memodifikasi mesin dan tabung ini ke dalam mobil. Dalam waktu dekat alat ini akan kami bawa ke Jakarta," katanya menambahkan. Seolah-olah takut jika temuannya itu ditiru orang lain dengan penjelasannya yang panjang lebar, Djoko pun lalu bergegas masuk ke dalam rumah dan beberapa orang kerabatnya mengunci pintu rumahnya dari dalam. Tak seberapa lama kemudian, Djoko muncul dari pintu rumah layaknya seorang pesulap keluar dari balik tirai panggung atraksi. Kali ini Djoko beratraksi dengan sebuah alat berbentuk kotak warna merah yang bagian atasnya dibiarkan terbuka agar masyarakat dan wartawan leluasa melihat isi di dalamnya. Djoko menamakan alat itu Pembangkit Listrik Mandiri (PLM) yang kini sedang dipersoalkan UMY dengan melapor ke Polda DIY karena Djoko diduga melakukan penipuan yang mengakibatkan kerugian materiil hingga Rp1,3 miliar. Dua orang staf Djoko mengambil enam buah baterai kecil (AA/1,5 volt) yang dibungkus gulungan kertas koran. Pada salah satu ujungnya tersambung kabel kecil. Sementara ujung lainnya ditancapkan pada salah satu bagian alat ciptaan Djoko tadi. Setelah PLM tadi mampu menghidupkan lampu listrik dan mesin bor, enam baterai kecil tadi dilepaskan. "Sekarang, siapa yang berani menyentuh pitingan lampu ini agar semua percaya kalau alat ini mampu menghasilkan energi listrik hingga 10.000 watt dengan voltage 220," katanya kepada masyarakat dan wartawan yang berkumpul di padepokannya. Lagi-lagi dia memanggil Thoriq. Tapi kali ini dengan nada bercanda Djoko meminta Thoriq menyentuh bagian ujung kabel yang teraliri tegangan listrik hingga 10.000 watt itu. Karuan Thoriq menolaknya karena takut kesetrum. "Alat seperti ini yang ada di UMY," kata Djoko mempersilakan wartawan dan beberapa masyarakat memeriksa bagian dalam alat PLM itu. Sosok misterius Sebagai utusan Tim Banyugeni UMY, Thoriq pun menganggap, bahwa yang dilakukan oleh rekan-rekannya melapor ke Polda DIY adalah sebuah tindakan keliru. "Alat milik Pak Djoko yang ada di UMY telanjur dibongkar oleh rekan-rekan UMY. Tapi wajar, karena sejak lama mereka menunggu, namun Pak Djoko tak kunjung mengaktifkan alat itu," kata pria berkemeja kotak-kotak merah itu. Ia menyebutkan, ada dua bagian di dalam kotak milik Djoko yang dibongkar Tim Banyugeni UMY itu. "Bagian pertama mirip beton, sedang pada bagian lainnya banyak kabel dan peralatan listrik lainnya," katanya menjelaskan. Namun demikian, dia tidak bisa memastikan, apakah benda yang ada di rumah Djoko Suprapto itu sama persis dengan yang ada di kampus UMY yang sudah telanjur dibongkar oleh Tim Banyugeni. Yang jelas Thoriq menganggap, Tim Banyugeni UMY telah melakukan tindakan fatal melapor ke Polda DIY dengan menuduh Djoko Suprapto sebagai penipu dan pembohong. "Saya tahu mereka penasaran, tapi mereka telah telanjur melakukan tindakan fatal sebelum membuktikannya sendiri," kata Djoko menyayangkan sikap rekan-rekannya itu. Sayangnya sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari pihak UMY, apakah memang Thoriq benar-benar utusan dari Tim Banyugeni UMY. Sampai sekarang sosok Thoriq yang sebelumnya berprofesi sebagai wartawan itu sama misteriusnya dengan Djoko Suprapto. Ia tiba-tiba muncul di rumah Djoko setelah adanya laporan UMY ke Polda DIY. Sedang Djoko Suprapto sendiri tak banyak dikenal para tetangga kendati 20 tahun lebih tinggal di Dusun Turi, Desa Ngadiboyo. "Yang jelas dia bukan orang sini. Kalau nggak salah dia orang Solo yang dapat orang sini," kata Kepala Desa Ngadiboyo, Wanuji. Ia menyebutkan, sejak sekitar 1980-an, Djoko menikah dengan seorang perempuan Desa Ngadiboyo bernama Damirah alias Windamirah. Baru satu tahun ini dia membangun rumah berikut studio radio "Jodhipati" dan padepokan di lahannya yang luas di tengah areal persawahan di desa itu. Kemudian dia pun membangun sebuah bengkel yang luas di sebelah selatan rumahnya yang berjarak sekitar 200 meter. Mengenai aktivitas Djoko Suprapto sehari-hari dan berapa anak dari hasil perkawinannya dengan Damirah, tak banyak warga Dusun Turi, umumnya Desa Ngadiboyo yang mengetahuinya. Djoko tiba-tiba menjadi fenomenal ketika pada awal bulan Mei lalu dikabarkan menghilang terkait penemuan kontroversialnya yang dapat mengubah air menjadi bahan bakar semacam "Blue Energy". Berbagai spekulasi pun bermunculan mengenai menghilangnya Djoko itu. Apalagi setelah dikabarkan pulang pada 23 Mei 2008, rumah Djoko dikawal ketat beberapa petugas TNI dibawah komando Dandim 0810 Nganjuk, Letkol (Art) Chrisetyono. Sebelumnya Chrisetyono mengaku pernah menyaksikan Djoko mendemonstrasikan kemampunnya membuat Blue Energy di hadapan Staf Ahli Kepresidenan, Heru Lelono dan Edi Baskoro, putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Djoko Suprapto untuk pertama kalinya membuktikan temuannya itu, Rabu (18/6) setelah pihak UMY melaporkannya ke Polda DIY terkait dugaan penipuan senilai Rp1,3 miliar. Di depan Chrisetyono dan Dosen Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Darat (STTAD) Malang, Kapten Budi Santoso serta beberapa warga setempat Djoko mendemonstrasikan PLM. Hanya saja demo itu tidak dilakukan di rumahnya, tapi di halaman depan bengkelnya. Budi Santoso sendiri menyatakan, penemuan Djoko masuk akal dan bisa dinalar serta bisa dipertanggungjawabkan baik dari ilmu matematika maupun ilmu fisika. "Teknologi yang dikembangkan Pak Djoko ini berbasis massa dan cahaya. Bisa dibuktikan dengan rumus-rumus matematika," kata peraih gelar S-1 dan S-2 di bidang konversi energi itu. Ia mengungkapkan, alat pembangkit listrik Jodhipati itu mampu melipatgandakan energi listrik konvensional. "Alat milik Pak Djoko yang kami lihat berbahan dasar kobalt (sejenis logam berwarna putih perak) ini mampu mendaur ulang energi listrik yang berlipat ganda," katanya. Menurut Budi Santoso, temuan itu bukan hal yang luar biasa dan tidak mengandung unsur kebohongan dan takhayul karena masuk akal dan bisa dinalar. "Oleh sebab itu kami meminta jangan ada lagi masyarakat yang memvonis Pak Djoko sebagai pembohong dalam masalah ini. Semua ini masih bisa dibuktikan secara ilmiah," kata perwira TNI yang kini sedang menempuh program S-3 di bidang teknologi kedokteran itu. Meragukan Apapun yang dilakukan Djoko Suprapto, namun masih ada sebagian masyarakat yang meragukannya. "Kalau cuma seperti ini, saya sudah pernah melihat apa yang sudah pernah dilakukan oleh orang Yogya," kata Kasturi (50), warga Kertosono, Nganjuk setelah menyaksikan Djoko Suprapto mendemonstrasikan genset berbahan bakar air itu. Hanya saja bedanya, lanjut dia, alat milik orang Yogyakarta bernama Joko Sutrisno itu bentuk tabungnya transaparan dan sudah lama dipertontonkan kepada publik. "Sedang yang ada di sini cenderung dirahasiakan. Bahkan masyatakat sendiri tidak mendapatkan informasi secara jelas mengenai alat ini," katanya sambil mengamati genset milik Djoko Suprapto yang digerakkan dengan bahan bakar air bercampur sedikit solar itu. Demikian halnya dengan Sudarno (53), warga Mojowarno, Jombang yang belum yakin betul dengan temuan Djoko Suprapto yang menghebohkan itu. "Antara percaya dan tidak," kata Sudarno didampingi istrinya yang khusus datang ke Dusun Turi dengan harapan bisa memupuskan rasa penasarannya itu. Namun demikian, ada juga yang langsung percaya dengan temuan Djoko Suprapto. "Tadinya saya sempat ragu, tapi sekarang sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri temuan itu bisa dibuktikan," kata Soetjahjo Gani, seorang dokter gigi dari Kediri yang jauh-jauh datang ke desa di utara Nganjuk itu. Hanya saja dia belum yakin betul apakah peralatan yang ditemukan Djoko Suprapto itu bisa didapatkan masyarakat umum dengan harga terjangkau. Oleh sebab itu dia menginginkan, agar Djoko Suprapto bersedia temuannya itu diteliti secara mendalam oleh para peneliti dari LIPI, BATAN dan lainnya. Memang masyarakat yang datang ke tempat itu tidak mendapatkan penjelasan secara utuh mengenai penemuan tersebut lantaran terhalang oleh aktivitas para wartawan cetak dan elektronik yang ingin melihat dari dekat peralatan tersebut sambil mengajukan beberapa pertanyaan kepada Djoko Suprapto. Djoko Suprapto sendiri hanya memberikan keterangan sepotong-sepotong mengenai temuannya itu karena beberapa kali dibawa masuk ke dalam rumah oleh beberapa asistennya dan anggota Koramil 0810 Nganjuk. Sedangkan, Catur Suryadi yang ditunjuk Djoko Suprapto sebagai juru bicaranya itu tidak bisa menjelaskan secara teknis temuan bosnya itu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008