Jakarta (ANTARA News) - Meski selama rapat kerja berlangsung sebagian besar anggota Komisi I DPR RI menyatakan kerjasama dengan laboratorium medis Angkatan Laut Amerika Serikat (NAMRU-2) tidak perlu dilanjutkan, namun pada akhir rapat kerja dengan pemerintah suara komisi itu terbelah. Ketua Komisi I DPR RI Theo L Sambuaga, yang membacakan keputusan akhir komisi di Jakarta, Rabu, mengatakan Komisi I DPR RI memberikan tiga pilihan rekomendasi terkait kerjasama dengan NAMRU-2 kepada pemerintah. Rekomendasi pertama adalah kerjasama RI dengan NAMRU-2 dihentikan, yang didukung Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Rekomendasi kedua yakni kegiatan operasional NAMRU-2 dihentikan untuk kemudian dievaluasi kembali sesuai dengan kepentingan nasional. Opsi ini didukung Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Damai Sejahtera (PDS), dan sebagian anggota Fraksi BPD. Sedangkan rekomendasi ketiga yakni kerjasama dengan NAMRU-2 dievaluasi dan dilanjutkan dengan memperjuangkan persyaratan dalam perjanjian yang baru. Rekomendasi ini didukung oleh fraksi Partai Demokrat dan Golongan Karya (Golkar). Persyaratan yang harus diperjuangkan itu meliputi kepentingan dan kedaulatan nasional, pengawasan kegiatan NAMRU-2 secara efektif, akses dan transfer teknologi, pihak Amerika Serikat dari institusi sipil, tidak beri imunitas diplomatik, lokasi dipindahkan ke tempat yang tidak rawan, memperhatikan konvensi internasional tentang senjata biologi dan "biodiversity", masalah perjanjian transfer material (MTA) dalam pembagian virus ditaati. Hentikan Mengenai rekomendasi dari Komisi I DPR RI tersebut, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari yang sejak awal menganggap kerjasama dengan NAMRU-2 mesti dihentikan karena tidak memberikan manfaat bagi bangsa, tidak banyak memberikan komentar. "Ya, tanyakan saja ke DPR kenapa akhirnya begitu," katanya usai rapat kerja yang berlangsung dari pukul 10.00 WIB hingga sekitar pukul 17.30 WIB itu. Selama rapat kerja, Menteri Kesehatan berulangkali menegaskan bahwa kegiatan penelitian NAMRU-2 tidak memberikan manfaat bermakna bagi pembangunan kesehatan di Indonesia, khususnya yang terkait dengan pengendalian penyakit menular. Dalam rapat kerja yang juga dihadiri Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, dan Panglima TNI Djoko Santoso itu, dia mengatakan, "Selama 30 tahun NAMRU berada di sini, kita tidak mendapatkan manfaat apa-apa" dan "Dipandang dari sisi manapun (kerjasama-red) ini tidak berguna". Menurut pandangan Departemen Luar Negeri, yang disampaikan Direktur Jendral Hukum dan Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri Edi Pratomo, keberadaan NAMRU-2 di Indonesia berdasarkan perjanjian kerjasama tahun 1970 tidak sesuai dengan konvensi Wina Tahun 1961 yang diratifikasi pemerintah dengan menerbitkan UU Nomor 1 Tahun 1982. NAMRU-2, ia menjelaskan, berada di bawah Kedutaan Besar Amerika Serikat dan stafnya mendapatkan kekebalan diplomatik padahal NAMRU-2 bukan bagian dari kegiatan diplomasi dan tidak melakukan aktifitas yang berhubungan dengan diplomasi. "Ini membuat aktifitas dan pergerakan personel NAMRU-2 menjadi sangat sulit diawasi. Orang dan barang bisa keluar masuk tanpa pengawasan," katanya. Departemen Luar Negeri, menurut dia, juga berpendapat keberadaan NAMRU-2 tidak merefleksikan kepentingan pemerintah Indonesia sehingga kalaupun akan dilanjutkan maka pemerintah harus membuat draf kerjasama baru yang menguntungkan bagi Indonesia. Sementara Panglima TNI Djoko Santoso menjelaskan bahwa kerjasama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Amerika Serikat terkait operasi NAMRU-2 selama ini tidak seimbang. Pemerintah Amerika Serikat, ia melanjutkan, diwakili oleh NAMRU-2 yang berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan Amerika Serikat sehingga otomatis stafnya tidak hanya memiliki kemampuan akademis namun juga kemampuan di bidang militer. "Sedangkan pemerintah Indonesia diwakili oleh Departemen Kesehatan, yang terdiri atas masyarakat sipil yang hanya memiliki keahlian akademis saja," jelasnya. Ia menjelaskan pula, lokasi laboratorium BSL-3 NAMRU-2 yang ada di pusat kota sehingga jika ada kebocoran kuman atau virus penelitian maka badan-badan internasional akan melakukan pemeriksaan dalam radius 500 kilometer dari lokasi. "Itu mencakup daerah yang luas, dan mungkin juga termasuk fasilitas militer yang seharusnya menjadi rahasia negara," katanya. Hal lain yang juga patut dipertimbangkan dalam membuat keputusan soal kerjasama dengan NAMRU-2, katanya melanjutkan, adalah bahwa laboratoriun NAMRU-2 berada di bawah koordinasi militer Amerika Serikat sehingga tentu saja operasinya ditujukan untuk kepentingan militer Amerika Serikat. Akhiri Sikap Departemen Pertahanan pun dalam hal ini cukup jelas yakni bahwa sesuai dengan rekomendasi yang pernah disampaikan Jendral Wiranto tahun 1998, ketika masih menjabat sebagai Panglima ABRI, yakni bahwa demi kepentingan pertahanan dan keamanan nasional kerjasama tersebut harus diakhiri. Namun demikian, Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman menyatakan selama ini kerjasama antara lembaga-lembaga penelitian di Indonesia dengan NAMRU-2 berjalan dengan setara dan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Kejasama penelitian antara NAMRU-2 dengan lembaga-lembaga penelitian di Indonesia, menurut dia, juga sudah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku seperti UU Nomor 4 Tahun 2006 tentang pengesahan traktat internasional mengenai suber daya genetik untuk pangan dan pertanian serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2006 tentang perijinan melakukan kegiatan penelitian bagi perguruan tinggi dan lembaga asing di Indonesia.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008