Jakarta, (ANTARA News) - Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menyarankan kepada pemerintah agar melakukan negosiasi ulang kerjasama keberadaan laboratorium lembaga riset Naval Medical Research Unit 2 (Namru-2) di Jakarta. Usai menghadiri pengucapan sumpah jabatan hakim konstitusi di Istana Negara, Jakarta, Kamis, Panglima TNI juga menyatakan siap apabila TNI Angkatan Laut (AL) dilibatkan dalam kerjasama tersebut. "Karena di Namru itu ada personil AL, tentunya ada dua kemampuan, kemampuan penelitian dan militer. Saran saya, kalau nantinya kerjasama itu diperbaiki, tentu harus ada personil dari TNI AL," tuturnya. Ia mengatakan, kewenangan untuk menegosiasi ulang atau menghentikan kerjasama Namru-2 sepenuhnya berada pada pemerintah. TNI, lanjut dia, hanya berada pada posisi memberi masukan seperti pada rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR pada Rabu 25 Juni 2008. Jika pemerintah akhirnya memutuskan negosiasi ulang, Djoko mengatakan, maka ada beberapa hal yang harus diperbaiki seperti masalah personil dan kekebalan diplomatik yang dimiliki oleh personil Amerika Serikat yang bekerja di laboratorium Namru-2. Apabila kerjasama itu dilanjutkan tanpa perbaikan perjanjian kerjasama, Panglima TNI mengkhawatirkan kesulitan yang akan dihadapi pemerintah dalam melakukan pengawasan. Ia pun menyarankan agar lokasi laboratorium Namru-2 yang berada di Jalan Percetakan Negara No 29 di Jakarta Pusat itu dipindahkan. "Lokasi sekarang itu harus ditinjau ulang agar penempatan laboratorium itu tidak merugikan kita," ujarnya. Pada rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Rabu 25 Juni 2008, Panglima TNI menyatakan keberadaan laboratorium Namru-2 di Jakarta berpotensi menimbulkan kerawanan dengan radius 500 kilometer yang meliputi daerah Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Sesuai dengan konvensi senjata biologi, jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kebocoran kuman berbahaya dalam suatu laboratorium penelitian, Indonesia harus mengijinkan tim pemeriksa internasional untuk memeriksa area seluas 500 kilometer. Area yang harus diperiksa itu, menurut Panglima TNI, dapat meliputi seluruh instansi militer dan obyek vital Indonesia yang berkualifikasi rahasia. (*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008