Jakarta (ANTARA News) - Transparansi Internasional (TI) mengingatkan bahwa selama ini isu korupsi pada sektor penyediaan air bersih global cenderung terabaikan, padahal isu tersebut bisa menjelma menjadi sumber dan katalisator krisis air global yang akan mengancam miliaran penduduk dan memperburuk degradasi lingkungan, demikian rilis resmi TI yang diterima ANTARA, Kamis. "Air adalah sumber daya tak tergantikan. Sumber daya alam itu juga sangat vital bagi kesehatan kita, keamanan pangan, energi di masa datang, dan ekosistem kita. Namun korupsi menjangkiti pengelolaan air dan sektor lainnya yang terkait," ungkap Ketua TI, Huguette Labelle saat menyampaikan Laporan Korupsi Global (GCR) 2008 yang baru saja dirilis. Dia menambahkan, dampak korupsi pada sektor air menjadi problem yang fundamental bagi pemerintah, namun hal itu tidak sepenuhnya diselesaikan dalam inisiatif kebijakan global untuk kesinambungan lingkungan, pembangunan serta keamanan pangan dan energi. "Pendekatan ini harus berubah," katanya. Menurut lembaga yang berbasis di Berlin itu, krisis air tidak dapat dihindari dan tantangan korupsi mendesak untuk diselesaikan mengingat lebih dari 2 miliar penduduk dunia hidup tanpa sanitasi yang layak sehingga berdampak pada agenda pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Terkait dengan isu perubahan iklim, TI mengungkapkan, berbagai agenda kebijakan yang kompleks dan memiliki dampak yang besar dalam rangka mengurangi dampak isu global diragukan keberhasilannya, jika resiko korupsi tidak tertangani sepenuhnya. Laporan itu, kata Labelle, menunjukkan potensi korupsi dapat membuyarkan efektifitas penerapan pakta pembagian air dan kesepakatan relokasi pemukiman, yang merupakan dua hal vital untuk menghadapi perubahan iklim. Korupsi di sektor irigasi harus segera diselesaikan untuk meningkatkan produksi makanan dan menyelesaikan krisis pangan global. "Investasi besar-besaran telah disalurkan pada irigasi untuk menyelesaikan krisis pangan, namun kelangkaan air berarti kelangkaan makanan dan jika korupsi di bidang irigasi tidak diselesaikan, seluruh upaya itu akan gagal," kata Labelle. Sedangkan terkait dengan akses terhadap air bersih, TI mengindikasikan, biaya penyaluran air bersih ke rumah tangga naik 30 persen, akibat korupsi, di samping kenaikan beban anggaran yang harus disalurkan untuk mencapai Target Pembangunan Milenium (MDGs) hingga mencapai 48 miliar dolar AS untuk penyediaan air dan sanitasi. Korupsi di dua bidang ini terjadi di semua lini pada jalur penyampaian air; dari desain kebijakan, penganggaran hingga pembangunan, pengelolaan dan operasional jaringan air. Bukti nyata terkait hal itu bisa dilihat dari mahalnya air bersih mencapai rumah tangga di Jakarta, Lima, Nairobi, atau Manila jika dibandingkan dengan penduduk di kota New York, London, atau Roma Perampasan uang negara pada pengelolaan sumber daya air mengancam kesinambungan pasokan air, dan menyulut pembagian air yang tidak adil sehingga berpotensi menimbulkan konflik politis dan degradasi pada ekosistem vital Korupsi pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA) mendongkrak harga proyek bendungan dan lainnya. Taruhannya sangat tinggi, karena PLTA mencukupi seperenam produksi listrik dunia dengan volume investasi mencapai 60 miliar dolar AS per tahun dalam 20 tahun ke depan. Laporan itu merekomendasikan beberapa kebijakan yang bisa diambil dalam rangka menyelesaikan korupsi di sektor vital itu, yaitu menciptakan transparansi dan partisipasi prinsip dasar pengelolaan air, memperkuat pengawasan regulator, dan memastikan kompetisi yang adil serta implementasi proyek di sektor air yang akuntabel. Sementara itu, TI Indonesia dalam salah satu bab laporan itu menyoroti masalah korupsi di banyak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) akibat minimnya kualitas manajemen, dan besarnya utang. Mereka juga mengangkat berbagai kasus korupsi yang terjadi pada masa pembuatan laporan seperti yang terjadi di PDAM Indramayu Jawa Barat, PDAM di Maluku Tenggara Barat. PDAM Ende NTT, PDAM Kutai Kertanegara Kalimantan Timur, dan PDAM Aceh Tenggara, serta kasus kolusi dengan kontraktor di PDAM Semarang "Absennya kepemimpinan yang kuat di sektor ini, suramnya masa depan PDAM, serta kurangnya pengawasan pemerintah pusat menyebabkan rendahnya kualitas pengelolaan yang seharusnya dapat mengurangi korupsi di sektor air," kata Anung Karyadi dari TI Indonesia. Diminta konfirmasinya, Direktur Pengairan dan Irigasi Bappenas, Donny Azdan mengungkapkan, dirinya belum tahu pada bagian mana proses penyediaan air bersih terjadi korupsi, atau pelanggaran lainnya yang dianggap sebagai tindak korupsi. "Saya tidak menutup kemungkinan korupsi itu ada. Tapi kalau ditanya di sebelah mana, saya tidak tahu karena masing-masing jaringan punya kerawanan sendiri. Misalnya tingginya kerugian pada sisi adminsitrasi atau `loss administration`. Apakah karena kurang efisien administrasi kita atau apa, saya tidak tahu," katanya. Sedangkan terkait dengan akses air bersih bagi masyarakat miskin yang terhambat oleh korupsi, Donny mengatakan, pemberian subsidi air untuk masyarakat tidak mampu bisa dilakukan. "Seharusnya mereka diberi, tetapi apakah subsidi itu langsung ke PDAM atau langsung kepada masyarakat?" katanya. Jika langsung ke masyarakat, jelasnya, pemerintah bisa membuat hydrant umum yang cukup besar bagi masyarakat, dengan pengelolaan dan perawatan yang diserahkan kepada masyarakat langsung.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008