Singapura (ANTARA News) - Minyak dunia diperdagangkan mendekati rekor tinggi sekitar 142 dolar per barel, Rabu, setelah presiden OPEC menyatakan adanya ketidakpastian investasi ke depan dalam fasilitas energi yang dapat mendorong produksi minyak mentah. Kontrak berjangka minyak utama New York jenis light sweet untuk pengiriman Agustus diperdagangkan 1,06 dolar lebih tinggi pada posisi 142,03 dolar per barel dari rekor penutupan 140,97 dolar pada Selasa di New York Mercantile Exchange (Nymex). Minyak mentah Laut Utara Brent naik 1,12 dolar pada posisi 141,79 dolar per barel setelah berada pada posisi mantap 140,67 dolar di Loandon. Pada Senin kontrak kedua jenis minyak mentah mencapai tingkat tertinggi historis dalam perdagangan harian, yakni 143,67 dolar untuk kontrak New York dan 143,91 dolar untuk Brent. Presiden Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) Chakib Khelil yang berbicara pada konferensi di Madrid mengatakan bahwa kartel tersebut mengkhawatirkan seputar permintaan ke depan. "Kekhawatiran kami adalah seputar jaminan permintaan," kata Khelil, yang juga Menteri Energi Aljazair itu, kepada para delegasi di Kongres Perminyakan Dunia. Kongres tersebut dijadwalkan berlangsung empat hari sejak Minggu. Ia mengatakan, ada ketidakpastian besar dalam membuat investasi sangat besar dalam infrastruktur energi guna meningkatkan produksi dari 13 negara anggota OPEC, yang saat ini memproduksi sekitar 40 persen minyak dunia. Harga minyak dunia melonjak dua kali lipat dalam setahun terakhir dan kenaikan lebih darai 40 persen sejak awal 2008 pada saat harga menembus level 100 dolar untuk pertama kalinya, mendorong kekhawatiran seputar inflasi dan juga melambannya pertumbuhan ekonomi. Negara-negara konsumen menuduh harga minyak yang mencapai rekor tinggi karena ketatnya pasokan di tengah menguatnya permintaan dan ketaidakpastian di negara-negara produsen seperti Iran, Irak dan juga Nigeria. Mereka juga menuduh OPEC tidak memproduksi minyak mentah dalam jumlah mencukupi. Sebaliknya OPEC, bersikukuh menuduh melemahnya dolar AS sebagai penyebab utama kenaikan harga minyak. Karena, penurunan nilai dolar AS mendorong permintaan meningkat untuk minyak yang didenominasi dolar AS oleh para pembeli asing yang memegang mata uang kuat lainnya. Khelil mengatakan bahwa harga minyak yang tinggi terkait dengan melemahnya mata uang AS, membuat para pembeli dengan mata uang kuat lainnya menjadi lebih murah. Dengan pasokan energi sebagai fokus, para pedagang akan menunggu laporan mingguan dalam cadangan minyak mentah AS yang diterbitkan di Amerika Serikat pada setiap Rabu. Sementara Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pertumbuhan pasokan akan melebihi permintaan hingga 2010, setelah itu pasar minyak kemungkinan akan mengalami krisis pasokan. "Saya tidak memikirkan soal kami memiliki cukup sumber, masalahnya adalah jika kami dapat memenuhi permintaan ke pasar," katanya, seperti dikutip AFP. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008