Jakarta (ANTARA News) - Dua petinggi Bank Indonesia (BI), yaitu mantan Deputi Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong dan mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simandjuntak, Kamis, didakwa mendistribusikan dana BI Rp100 miliar ke para mantan pejabat BI dan sejumlah anggota DPR. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan, atas persetujuan Dewan Gubernur BI, Oey dan Rusli mencairkan dana tersebut dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) dan mendistribusikannya sesuai tugas masing-masing. Tim JPU yang terdiri dari Khaidir Ramly, Nur Chusniah, Agus Salim, dan Hendarbeni Sayekti, dalam surat dakwaan yang dibaca bergantian menyatakan telah berlangsung Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 3 Juni 2003, yang antara lain membahas kebutuhan dana untuk bantuan hukum para mantan pejabat BI. RDG juga membahas kebutuhan dana untuk pembahasan masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan revisi UU BI di DPR. RDG tersebut dipimpin oleh Gubernur BI Burhanuddin Abdullah dan dihadiri oleh sejumlah anggota Dewan Gubernur, antara lain Aulia Tantowi Pohan, Bunbunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin. Pada akhirnya, RDG sepakat penggunaan dana YPPI sebesar Rp100 miliar untuk keperluan tersebut. Menurut tim JPU, Rusli Simanjuntak melapor kepada Aulia Tantowi Pohan tentang keperluan dana Rp40 miliar, dengan rincian Rp15 miliar untuk pembahasan masalah BLBI dan 25 miliar untuk revisi UU BI di DPR. Atas laporan itu, Aulia Pohan melapor kepada Burhanuddin dan berkata kepada Rusli, "Anda silahkan tindak lanjuti pertemuan dengan DPR,". Kemudian, pada 27 Juni 2003, Rusli membuat catatan kebutuhan dana yang ditujukan kepada Aulia Tantowi Pohan dan Maman H. Sumantri selaku penasihat YPPI. Setelah catatan itu disetujui oleh Aulia dan Maman, kemudian dana YPPI sebesar Rp15 miliar dapat dicairkan. Rusli dan Asnar Asnari kemudian menyerahkan uang itu kepada anggota DPR Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin. Tim JPU menyatakan aliran dana YPPI selanjutnya terjadi pada Juli 2007. Oey Hoy Tiong mencairkan dana sejumlah Rp13,5 miliar dan menyerahkan uang itu kepada mantan Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata pada 16 Juli 2003. Pada 18 Juli 2003, Oey kembali mengajukan catatan kepada Aulia Tantowi Pohan untuk pencairan dana sebesar Rp25 miliar. Dana itu kemudian dapat dicairkan secara bertahap dan diserahkan kepada mantan Gubernur BI, Soedradjad Djiwandono. Menurut JPU, Oey kembali mencairkan dana YPPI hingga berjumlah Rp30 miliar. Uang itu kemudian diberikan kepada tiga mantan direksi BI, Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Masing-masing petinggi itu menerima Rp10 miliar pada 29 Agustus 2003. Sementara itu, aliran uang ke DPR berlanjut dengan diawali pertemuan antara Rusli Simanjuntak dan dua anggota DPR, yaitu Hamka Yandhu dan Antony Zeidra Abidin. Pertemuan itu terjadi pada September 2003 di Hotel Hilton yang kini sudah berubah nama menjadi Hotel Sultan, Jakarta. Pertemuan itu menyepakati kebutuhan dana tambahan sebesar Rp25 miliar yang harus diserahkan kepada DPR. Tim JPU menyatakan, Rusli menyampaikan kesepakatan itu kepada Aulia Tantowi Pohan. Kemudian, Aulia meminta Asnar Asnari untuk mengecek cadangan dana di YPPI, yang ternyata hanya tersisa Rp16,5 miliar. Dengan persetujuan Aulia dan Maman H. Soemantri, Rusli bersama Asnar mencairkan uang Rp16,5 miliar itu dalam dua tahap dan memberikannya kepada anggota DPR Hamka Yandhu serta Antony Zeidra Abidin. Perbuatan Oey Hoy Tiong dan Rusli Simanjuntak dijerat dengan pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP dalam dakwaan pertama primair dan pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP dalam dakwaan pertama subsidair. Keduanya juga dijerat dengan pasal 5 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo pasal 64 KUHP dalam dakwaan kedua primair dan pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo pasal 64 KUHP dalam dakwaan kedua subsidair. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008