Singapura (ANTARA News) - Harga minyak di Asia bertahan dekat rekor tertinggi, Jumat, dipicu kekhawatiran atas pasokan dan melemahnya dolar, kalangan analis menyatakan. Kontrak berjangka minyak jenis ringan (light sweet crude) di New York untuk pengiriman Agustus naik tujuh sen menjadi 145,36 dolar AS per barel dari 145,29 dolar pada penutupan Kamis di bursa komoditas New York. Nilai kontrak itu mencapai rekor perdagangan harian tertinggi sebesar 145,85 dolar pada Kamis. Harga minyak Laut Utara Brent di London untuk pengiriman Agustus juga naik 12 sen menjadi 146,20 dolar dari penutupan pada Kamis yang mencapai rekor di 146 dolar. Kontrak itu juga menyentuh rekor perdagangan harian tertinggi sebesar 146,69 dolar pada awal perdagangan. Harga minyak memecahkan serangkaian rekor tertinggi pekan ini, melanjutkan momentum yang dimulai pada awal tahun ini saat harga terdorong melewati 100 dolar untuk pertama kalinya. "Saya fikir kecenderungan kenaikan itu tetap utuh dan dari sisi kekhawatiran pasokan akan benar-benar mendorong harga di bebrapa pekan mendatang," kata Victor Shum, analis di Purvin and Gertz international energy consultancy di Singapura. Lonjakan itu dipicu kekhawatiran atas inflasi dan melambatnya pertumbuhan ekonomi, disaat protes memercik dari seluruh dunia. Terbelahnya negara konsumen dan produsen mengenai siapa yang bersalah semakin menajam di kongres perminyakan dunia di Madrid, yang membawa persoalan politik dan perusahaan minyak. Arab Saudi, pimpinan OPEC, menyuarakan kekhawatirannya, Kamis, mengenai rekor baru untuk patokan minyak mentah dan kembali menyatakan komitmennya untuk melakukan dialog antara negara konsumen dan produsen. Namun perdebatan itu memperlihatkan tidak adanya sisnyal untuk menemukan solusi atas tekanan pasar. Kedua pihak menuduh perbedaan alasan: negara konsumen menggarisbawahi kekhawatirannya atas terganggunya pasokan, sedang negara produsen menyalahkan spekulan keuangan dan turunnya dolar AS. Shum mengatakan seiring dengan melemahnya dolar AS, harga minyak menemukan kekuatan dalam arus investor keuangan yang masuk ke pasar komoditas dari pasasr saham yang kinerjanya memburuk. Mata uang AS yang terus bergejolak membuat harga komoditas dalam dolar seperti minyak menjadi murah untuk pembeli asing yang membawa mata uang kuat. Shum mengatakan meroketnya harga minyak sampai 150 dolar per barel menjadi mungkin, meski tidak dalam waktu cepat, ketika pimpinan eksekutif perusahaan minyak raksasa Rusia, Gazprom memperkirakan harga "sangat segera" mencapai 250 dolar per barel. Shum mengatakan harga tidak akan naik untuk jangka waktu tidak terbatas karena dampak negatif dari permintaan. Ketika ada bukti melambatnya permintaan di AS, data dari China dan pasar negara berkembang lain tidak akan jelas selama beberapa bulan, katanya, sewperti dilaporkan AFP. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008