Jakarta (ANTARA News) - Penyelesaian sengketa tanah antara warga Cipinang Melayu Jakarta Timur dengan TNI Angkatan Udara, hingga kini masih menemui jalan buntu. "Di pengadilan, kami (TNI AU) sudah menang. Tetapi hingga kini belum ada langkah pelaksanaan atau eksekusi dari Pemda Jakarta Timur," kata Komandan Wing I/Halim Perdanakusuma Kolonel Pnb Umar Sugeng menjawab ANTARA di Jakarta, Sabtu. Ditemui di sela-sela HUT ke-8 Halim Trans Cargo, ia mengatakan, pihak TNI AU masih menunggu keputusan eksekusi dari Pemda Jakarta Timur. "Kita tidak berwenang melakukan eksekusi atau pembongkaran terhadap bangunan-bangunan tersebut, meski mereka telah dinyatakan melanggar. Itu kewenganan Pemda, untuk melakukan eksekusi," ujar Umar. Ia menambahkan, jika berlarut-larut maka hal itu akan berpengaruh terhadap program TNI AU yang menggunakan lahan di Kampung Cipinang Melayu sebagai lokasi latihan TNI AU. Kedua pihak, tambah Umar, baik TNI AU maupun Pemda masih terus melakukan pembicaraan terhadap pelaksanaan pembongkaran. "Mereka (Pemda-red) minta Rp2 miliar untuk ongkos pembongkaran itu, kita kan mikir-mikir. Jadi, ini kita nego (berunding, red) lagi," ungkap Umar. Pada tahun 1999, TNI AU sebenarnya sudah berniat mengambil alih lahan, saat warga belum sebanyak sekarang. Namun, warga terus bertahan, dan makin lama makin banyak. "Kini jumlah penduduknya makin banyak, kalau dulu 300 KK kini sekitar 400 KK," tuturnya. Pada 5 Desember 2003, TNI AU menyebarkan surat lewat helikopter yang intinya meminta warga segera meninggalkan lokasi. Tanggal 24 Desember, giliran Camat Makasar yang meminta warga segera pindah. Bahkan, pihaknya meminta warga mengambil ongkos pindah sebesar Rp500.000 per keluarga hingga batas waktu 3 Januari 2004. Sementara itu, warga juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan obyek gugatan SPB Wali Kota Jakarta Timur. Perkara terdaftar Nomor 211/PTUN/XII/2003/ PTUN-Jkt. Warga bahkan menggugat TNI AU secara perdata ke pengadilan negeri Dalam kasus Cipinang Melayu, baik TNI AU dan ahli waris tanah adat mengaku mempunyai bukti kepemilikan tanah. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, pada 25 Oktober 2004 pihak pengadilan memutuskan menolak eksepsi gugatan warga Cipinang Melayu, dengan alasan kurangnya bukti. Namun, eksekusi terhadap lahan seluas 32 hektare itu, menyusul keputusan pengadilan itu belum juga dilaksanakan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008