Luwuk (ANTARA News) - Sebuah jembatan kontruksi baja di desa Mansahan, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, terputus, menyusul banjir besar yang merendam tiga kecamatan di Dataran Batui kurun lima hari terakhir. Akibat bagian oprit jembatan puluhan meter terbawa banjir, arus lalu-lintas dari Luwuk (ibukota Kebupaten Banggai) menuju lumbung pangan Dataran Batui terputus, begitu sebaliknya. Sugiyono, warga Toili, ketika dihubungi per telepon dari Palu, Selasa, mengatakan kerusakan jembatan di jalan poros provinsi itu diakibatkan meluapnya Sungai Mansahan kurun lima hari terakhir dan mengikis bagian opritnya. "Jembatan itu saat ini sudah tergantung serta air sungai masih tinggi dan deras, sehingga tidak bisa dilalui kendaraan bermotor," tuturnya. Ia juga mengatakan, banyak penduduk pada sejumlah desa di Dataran Batui masih mengungsi di tempat-tempat ketinggian, karena mengkhawatirkan muncul banjir lebih besar seperti yang terjadi beberapa tahun silam. Menurut informasi sejumlah warga dari beberapa desa, katanya, sedikitnya ada lima desa paling parah teredam banjir di Dataran Batui, yakni Mansahan, Bone Balantak, dan Sinorang. "Ketinggian air di desa-desa ini sempat mencapai hingga sekitar 1,5 meter, namun sejak Senin (7/7) mulai surut," tuturnya. Sugiyono juga mengatakan, meluapnya beberapa sungai besar di Dataran Batui kurun beberapa hari terakhir, telah mengakibatkan ribuan hektar lahan persawahan penduduk di Kecamatan Batui, Toili, dan Toili Barat, sempat terendam banjir hingga di atas satu meter. "Tapi saya perkirakan tidak terlalu mengancam produksi beras di Kabupaten Banggai pada musim panen kedua tahun ini, sebab sebagian besar areal persawahan yang terendam itu baru satu-dua pekan ditanami padi sehingga masih bisa tumbuh lagi. Kecuali yang dekat dengan bibir sungai, kemungkinan telah terbawa arus air," karanya. Sementara itu, sejumlah pejabat terkait di lingkungan Pemkab Banggai kurun tiga terakhir sudah meluncur ke lokasi-lokasi yang paling parah dilanda banjir di Dataran Batui, guna melakukan permantauan langsung untuk keperluan mengambil langkah yang diperlukan. Namun sejauh ini belum ada laporan adanya bantuan kemanusiaan yang dikirim ke lokasi-lokasi bencana. Dataran Batui yang sebagian besar dihuni hampir 100.000 jiwa eks transmigran asal Jawa, Bali, dan NTB itu seringkali dilanda banjir besar. Selain tofografinya yang rendah dan dikelilingi banyak sungai besar, juga di kawasan ini selama 30 tahun terakhir marak dengan aktivitas penebangan hutan untuk memenuhi berbagai kepentingan, seperti pengambilan kayu untuk industri, pembukaan hutan untuk perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Bahkan, kawasan hutan seluas 12.500 hektar yang menjadi habibat burung langka Maleo (Macrocephalon maleo) di Suaka Margasatwa Bakiriang, saat ini diperkirakan tinggal tersisa kurang dari 700 hektar, akibat dialihfungsikan menjadi perkebunan besar sawit milik pengusaha serta diperjualbelikan kepada para pendatang untuk dijadikan perkebunan kakao dan lahan tanaman pangan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008