Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi III (bidang hukum) DPR Aziz Syamsuddin menegaskan, penuntasan kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) ke DPR menjadi salah satu batu ujian bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberangus praktek korupsi dan menegakkan hukum secara adil dan transparan. "Kasus ini menjadi tantangan bagi KPK untuk membuktikan apakah KPK tebang pilih dalam penegakkan hukum memberantas korupsi atau tidak," ujarnya saat berbicara dalam acara Dialog Publik terbuka bertema "Kontroversi Aliran Dana BI ke DPR" di Jakarta, Kamis. Dalam acara yang diselenggarakan Lembaga Pengkajian Hukum Acara dan Sistem Peradilan Indonesia Fakultas Hukum UI tersebut, selain Aziz Syamsuddin, pembicara lainnya adalah Guru Besar Fakultas Hukum UI Prof Arifin P Soeriaatmaja dan Koordinator divisi korupsi ICW Adnan Topan Hadianto. Aziz mengatakan bahwa kasus aliran dana BI ke DPR tersebut terjadi pada tahun 2003 dan BPK pun telah melakukan audit dan mengumumkannya pada tahun 2005. "Seharusnya pada saat itu pula kasusnya diungkap bersamaan dengan adanya temuan BPK. Lalu mengapa baru sekarang ini menjelang pergantian Gubernur BI kasus tersebut dicuatkan," katanya. Selain itu, ia menambahkan, harus diperjelas pula kasus aliran dana tersebut masuk dalam ranah hukum yang mana, pidana atau perdata, karena jika uang yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan (LPPI) BI yang mengalir ke oknum-oknum DPR itu bisa dibuktikan bukan uang negara, maka kasus itu adalah perdata. Demikian pula dengan penetapan para tersangkanya, politisi Golkar itu mengatakan, seharusnya semua pihak yang ada di dalam Dewan Gubernur BI turut bertanggungjawab dan bukan hanya mantan Gubernur BI Burhanudin Abdullah saja yang diproses hukum. "Dewan Gubernur itu selalu mengambil keputusan atas dasar kolektif kolegial. Lalu mengapa saat diperiksa hanya segelintir orang saja yang harus bertanggungjawab," katanya. Sementara itu, Prof Arifin berpendapat bahwa dana yayasan BI itu tidak termasuk dalam ruang lingkup keuangan negara dan bukan pula milik BI sebagai badan hukum publik. Dengan demikian, ujarnya, penyimpangan dana Yayasan BI tersebut hanya merugikan yayasan saja sehingga masuk kategori unsur pidana dalam UU Yayasan dan bukan UU Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan aktivis ICW Topan Husodo mengatakan bahwa kasus aliran dana BI ke DPR tersebut akan selalu menuai kontroversi selama para pelakunya yang terlibat tidak pernah diproses secara hukum oleh KPK. "KPK yang memiliki posisi independen itu seharusnya menggunakan wewenangnya untuk memproses semua pihak yang terindikasi kuat melakukan tindak pidana korupsi," ujarnya. Dia juga mengatakan bahwa penegakkan hukum yang memegang prinsip imparsialitas akan terganggu jika politik tebang pilih dalam penanganan perkara korupsi oleh KPK masih tetap diberlakukan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008