Wina (ANTARA News) - Badan pengawas atom Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) akan bertemu 1 Agustus 2008 untuk segera membahas rancangan perjanjian keamanan dengan India, kata Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) di markas besarnya, Wina, Austria. Presiden Amerika Serikat (AS), George W. Bush, dan Perdana Menteri India, Manmohan Singh, telah membentuk perjanjian yang kontroversial pada tahun 2005 untuk berandil dalam pengembangan teknologi nuklir untuk kepentingan sipil, yang akan membuat India memasuki tahapan komersil nuklir global setelah terhenti selama beberapa dasawarsa. Namun, kesepakatan tersebut menghadapi tentangan di dalam negeri di India, berkaitan dengan ketakutan bahwa negara tersebut akan menjalin hubungan terlalu dekat dengan AS. "Satu pertemuan badan gubernur telah diumumkan akan dilakukan pada 1 Agustus untuk membahas agenda Perjanjian Keamanan (nuklir) India," kata perempuan juru bicara IAEA, Melissa Fleming, kepada AFP. India pada Jumat depan akan menjelaskan kepada IAEA mengenai persiapan pertemuan itu, kata Fleming. Kecaman-kecaman memperdebatkan bahwa kesepakatan telah merusak Perjanjian Non-Penyebaran Nuklir (NPT) internasional karena hal kesepakatan itu memberikan peluang satu negara yang tidak terikat perjanjian. Selain itu, India dianggap sebagai negara yang mengembangkan bom atom secara rahasia, serta telah melakukan percobaan nuklir pada tahun 1974, namun kemudian mendapat akses terhadap bahan bakar nuklir serta teknologi reaktor AS. Sebelum kesepakatan berlangsung, India harus menandatangani apa yang dinamakan Perjanjian Keamanan dengan IAEA, membuka pintu reaktor-reaktor nuklir sipil mereka kepada para pengawas PBB. Selain itu, India harus mendapatkan surat pernyataan dari Kelompok Pemasok Nuklir (NSG), suatu kelompok 45 negara yang mengekspor bahan bakar nuklir dan teknologi yang dilarang untuk diperdagangkan dengan negara-negara non-NPT, sedangkan India bukan negara penandatangan NPT. Pada akhirnya, kesepakatan AS-India selanjutnya harus diratifikasi oleh Kongres AS. NSG diperkirakan tidak akan membahas pengecualian peraturan bagi India sampai September, dan itu akan berarti bahwa kesepakatan AS-India tidak mungkin akan diratifikasi sebelum Presiden George W. Bush meninggalkan kantornya Januari depan. Kecaman-kecaman menandaskan bahwa perjanjian keamanan dengan IAEA hendaknya berisikan terobosan-terobosan besar. Suatu dokumen terdiri 23 halaman, yang salinannya diperoleh AFP, adalah sejalur dengan perjanjian-perjanjian keamanan yang ditandatangani antara IAEA dengan negara-negara lainnya. Namun, para kritikus menyatakan khawatir bahwa satu klausul dalam mukadimah perjanjian tersebut bisa saja akan memberikan peluang bagi India untuk menghentikan pengawasan terhadap pabrik-pabrik nuklirnya, dan akan menggunakannya untuk pembuatan bahan baku senjata-senjata nuklir, selain untuk keperluan bahan bakar nuklir. Klausul yang ada pada rancangan itu menyatakan, India mungkin akan mengoreksi tindakan-tindakannya untuk menjamin kesinambungan operasional reaktor-reaktor nuklir sipilnya, dan bahkan mengganggu pasokan bahan bakar nuklir negara lain. Sebaliknya, dokumen itu tidak berisikan daftar fasilitas 14 dari total 22 reaktor nuklir India, yang akan di bawah pengawasan IAEA. Mereka sebelumnya telah dicatat dalam Rencana Separasi Nuklir Sipil secara terpisah yang disusun dua tahun yang lalu oleh India. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008