Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perhubungan, Jusman Syafii Djamal, kembali menegaskan, pemberlakuan larangan terbang terhadap seluruh maskapai Indonesia oleh Uni Eropa (UE) bukan dilandasi pada pemeriksaan terkait keselamatan seperti yang selama ini digembar-gemborkan Eropa, tetapi lebih karena persepsi semata. "Saat ini, perbaikan telah banyak upaya yang dilakukan Indonesia untuk meningkatkan keselamatan. Perbaikan pun telah dilakukan sesuai dengan teknis yang diperlukan dan disyaratkan Komisi Eropa," katanya di Jakarta, Selasa. Oleh karena itu, Menhub menilai, sudah tidak ada alasan lagi bagi Eropa untuk memperpanjang larangan terbang bagi maskapai Indonesia. "Kejadian ini berawal karena Eropa kesal setelah surat yang dikirim tak kunjung mendapat respons. Jadi, mereka menerapkan larangan terbang tanpa audit dan hanya mengandalkan persepsi," katanya. Menurut Menhub, dunia penerbangan Indonesia masih tetap mempunyai prospek yang baik ke depan. Karena, menurutnya, pemerintah semakin ketat dalam menegakkan peraturan seperti inspeksi yang ditambah, audit rutin 3 bulanan, sampai aksi yang paling radikal yaitu mencabut izin maskapai yang menurunkan tingkat keselamatannya. Selain itu, Dephub telah membekukan izin lima maskapai yang mengalami penurunan dalam pemeringkatan periode VI pada aspek pemenuhan keselamatan penerbangan (safety) yang dilakukan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pada Juni 2008. Pada pemeringkatan sebelumnya (Periode V, Maret 2008), maskapai-maskapai tersebut berada pada peringkat II. Ini berarti, sepanjang kurun tiga bulan setelah pemeringkatan kelima itu dilakukan, maskapai tersebut tidak mengupayakan perbaikan terhadap sistem keselamatan seperti yang ditentukan. "Tidak ada toleransi untuk maskapai yang main-main dengan keselamatan," kata Jusman. Sebelumnya, Menhub mengatakan bahwa peluang pencabutan larangan terbuka oleh Eropa semakin besar. Hal ini karena pada pertemuan terakhir dengan Uni Eropa, pihak Indonesia diberikan kesempatan lebih banyak untuk menjelaskan mengenai kondisi penerbangan yang telah diperbaiki. "Awalnya pertemuan hanya diagendakan 25 menit, tapi ternyata pertemuan berlangsung hingga 90 menit. Eropa sekarang lebih mau mendengar," ujarnya. Selain itu, menurutnya, empat maskapai penerbangan Indonesia yaitu Garuda Indonesia, Mandala Airlines, Premi Air, dan Airfast juga diberikan kesempatan untuk menjelaskan kondisi mereka dengan detail.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008