Purwokerto (ANTARA News) - Puluhan warga yang menamakan diri "Nguri-uri Barang Keramat" (Ngrumat), Rabu (16/7) berjemur dengan bertelanjang dada dan memakai sarung di atas ekskavator yang berada di Alun-alun Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Namun aksi unjuk rasa berjemur di atas ekskavator hanya berlangsung sesaat karena Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) memaksa mereka turun sehingga para pengunjuk rasa memilih berjemur di tengah alun-alun. Koordinator aksi, Syaiful mengatakan, aksi tersebut sebagai bentuk protes warga kepada Bupati Banyumas Mardjoko atas kebijakannya membongkar alun-alun. "Bupati tidak pernah mendengar aspirasi masyarakat, termasuk kalangan seniman," katanya. Menurut dia, pembicaraan masyarakat dengan bupati sia-sia belaka karena belum ada kesepakatan, alun-alun tetap dibongkar. "Inilah protes kami. Zaman kerajaan dulu, warga yang protes terhadap penguasa dilakukan dengan menjemur diri hingga petang, dan kita akan lakukan juga di sini (alun-alun, red.)," katanya. Ia mengatakan, Alun-alun Purwokerto merupakan salah satu cagar budaya sehingga pembongkaranya harus mendapat rekomendasi dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta. Namun hingga alun-alun dibongkar, kata dia, rekomendasi tersebut belum turun sehingga hal itu menunjukkan sikap arogan bupati yang semaunya sendiri. Unjuk rasa diisi pembacaan puisi oleh seniman Banyumas Surya Esa yang mengkritik sikap penguasa yang tidak mau menerima kritik, arogan, tidak menghargai warisan budaya, dan meremehkan semua kalangan. "Masyarakat telah `nrima` (menerima, red.) tetapi penguasa tidak menyadarinya, justru malah menginjak-injak kita dengan kekuasaannya," katanya. Selain itu, pengunjuk rasa menuntut pembatalan pembongkaran alun-alun, pengusutan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya, pelanggaran prosedural terhadap BP3, penghentian penjualan aset publik demi kepentingan bisnis/kekuasaan, dan tolak kebijakan yang tidak demokratis.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008