Sijunjung (ANTARA News) - Pemadaman listrik bergilir yang terus berlangsung, mengakibatkan kalangan perajin perabot khususnya di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, rugi dan bahkan usahanya terancam bangkrut. Sumarno (48), perajin perabot ukiran Jepara di Muaro, Kabupaten Sijunjung, Kamis, menyebutkan, dampak pemadaman listrik yang tiga kali sehari itu, kini usahanya mengalami kerugian sekitar 30 persen dari omsetnya yang rata-rata mencapai Rp10 juta per bulan. Dia mengaku, kerugian tidak saja secara materil, tetapi juga moril karena kepercayaan pelanggan dan konsumen kian berkurang. Terkait pemadaman listrik yang bisa sampai tujuh jam dalam sehari itu, menyebabkan pekerjaan terganggu, dampaknya pesanan konsumen banyak yang tidak selesai sesuai jadwal. Guna menghindari omelan dan kekesalan pelanggan secara terus menerus, maka langkah dilakukan terpaksa menolak pesanan, karena khawatir order tersebut tidak bisa diselesaikan. Padahal, saat ini atau menjelang tiba bulan Ramadhan mendatang, pesanan dari masyarakat cukup banyak, tetapi apa boleh buat terpaksa dibatasi. "Langkah membatasi pesanan konsumen, guna menepis kian berkurangnya kepercayaan konsumen," katanya dan menilai, kepercayaan konsumen dalam satu usaha menjadi modal utama, tetapi kalau sudah berkurang harapan usaha terancam bangkrut. Namun, apa boleh buat langkah yang tepat diambil dengan kondisi saat sekarang, hanya menjaga kepercayaan pelanggan. Dia mengkhawatirkan, bila pemadaman listrik yang tak beraturan di daerah itu, terus berlangsung akan memperburuk kondisi omset usaha yang sudah ditekuninya sejak 1991 silam itu. Perajin perabot lainy, Sapardi (57), di Jorong Dusun Tuo Nagari Muaro Bodi, Kecamatan IV Nagari, tetap berupaya melayani permintaan pelanggan selama pemadaman listrik bergilir itu, meski mempergunakan genset. Langkah tersebut diambil, tambah dia, tetap saja menimbulkan kerugian terhadap usaha perabotnya, karena biaya pengeluaran untuk membeli premium tiap hari dua liter dengan harga Rp6.500/liter. "Jadi uang yang harus dikeluarkan mencapai Rp390 ribu/bulan, kondisi ini cukup merugikan sebagai pelaku usaha kecil," tuturnya dan menambahkan, tetapi tak ada pilihan lain untuk mempertahan usaha utamanya itu. Sebelumnya, kalangan pelaku usaha kecil di Kabupaten Agam dan Bukittinggi mengeluhkan produksi usaha merosot, akibat listrik yang sering padam tak menentu. Salah seorang perajin bordiran, Murni (47) menuturkan, sejak berlangsung pemadaman bergilir, dampak terhadap usahanya yang mengandalkan aliran listrik alami kerugian. Dia menjelaskan, biasanya pada saat kondisi normal bisa selesai kain hingga belasan bal per hari dengan tenaga kerja yang ada. Namun, cukup terganggu selama berlangsungnya pemadaman listrik bergiliran belakangan ini, sedangkan usaha bordir mengandalkan mesin jahit listrik. "Jika pemadaman bergilir terus berlangsung, secara bertahap tenaga kerja akan dikurangi dan order sudah mulai dibatasi," katanya dan menambahkan, upaya itu, menghindari kerugian lebih besar.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008