Jakarta (ANTARA News) - Pembelaan (pledoi) terdakwa suap 660 ribu dollar AS, Artalyta Suryani alias Ayin, ditolak oleh penuntut umum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Hal itu disampaikan dalam sidang pembacaan replik perkara Artalyta Suryani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat. Penuntut Umum, Sarjono Turin, menyatakan pembelaan terdakwa maupun penasehat hukum, tidak dapat membantah fakta hukum yang telah terungkap di depan persidangan. "Sehingga kami menyatakan tetap pada bukti-bukti dan pertimbangan hukum mengajukan pidana terdakwa, yang telah kami bacakan dan serahkan pada persidangan Senin (7/7)," katanya. Dalam pembelaan tersebut, terdapat tujuh poin yang tolak penuntut umum. Mengenai kuitansi dan proposal pinjam meminjam yang diajukan terdakwa, penuntut umum menilai tidak perlu ditanggapi karena alat bukti petunjuk rekaman pembicaraan terdakwa dengan saksi Urip Tri Gunawan. Dikatakannya, rekaman pembicaraan itu membuktikan adanya bukti dan keyakinan bahwa proposal tersebut adalah rekayasa. "Sebagaimana diuraikan dalam analisa fakta dan kesimpulan surat tuntutan pidana kami, yang menunjukkan bukti dan keyakinan bahwa proposal tersebut adalah rekayasa," katanya. Kemudian, tentang judul pembelaan penasehat hukum yang berjudul "Pembunuhan Karakter Kejaksaan RI", penasehat umum menyatakan pledoi itu ditolak, karena keberatan itu bersifat provokatif. Penuntut umum menambahkan bahwa diperdengarkannya percakapan terdakwa dengan ketiga pejabat kejagung adalah dalam rangka membuktikan bahwa benar terdakwa adalah pihak yang berkepentingan dalam penyelidikan BLBI II. "Yaitu, mengurus kepentingan Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali PT BDNI," katanya. Tentang barang bukti yang tidak diberikan kepada terdakwa maupun penasehat hukumnya dalam pledoi itu, penasehat hukum menyatakan jelas barang bukti tidak termasuk dalam pengertian berkas perkara yang dapat diserahkan kepada terdakwa atau penasehat hukumnya. "Keberadaan barang bukti dalam perkara pidana secara formal baru dapat diperlihatkan kepada terdakwa oleh ketua sidang di dalam persidangan," katanya. Seusai persidangan, salah seorang kuasa hukumnya, menyatakan rekaman yang diperdengarkan pada Kamis (17/7) tidak benar. "Tidak ada juga menyebutkan bisnis permata, tapi yang betul perbengkelan," katanya. Persidangan akan dilanjutkan kembali pada Senin (21/7) mendatang. "Sidang dilanjutkan pada Senin depan," kata pimpinan majelis hakim, Mansurdin Chaniago. (*)

Copyright © ANTARA 2008