Makassar (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai sulit memenangi kembali Pilpres 2009 karena popularitas dewan penasehat Partai Demokrat ini semakin menurun. Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Denny Indrayana, Phd dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Makassar, Selasa mengatakan, penurunan popularitas SBY akibat kepemimpinannya yang dinilai belum mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal yang paling mendasar yang membuat popularitas SBY menurun adalah kinerja pemerintahannya dalam sektor ekonomi yang kurang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. "Biasanya kalau popularitas seseorang cenderung menurun maka agak sulit untuk melonjak hingga pada tahap Pilpres," katanya. Sebab itu, SBY perlu melakukan upaya keras dan stategis dan lebih jitu untuk menarik simpati masyarakat di antaranya dengan meningkatkan kinerja pemerintahan di sektor perekonomian dan upaya membangun Partai Demokrat. Pasalnya, kata Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) ini, SBY memerlukan "tiket" Partai Demokrat sebagai kendaraan politik untuk maju dalam Pilpres 2009. "Kalau SBY hanya berhasil meraup suara sebanyak tujuh persen, itu menyulitkan dia bersaing dalam pesta demokrasi 2009. SBY dan Partai Demokrat memerlukan partai-partai kecil untuk berkoalisi, khususnya partai-partai yang tidak mengajukan kadernya sebagai calon presiden," tambahnya. Sementara itu, pengamat politik dan peneliti dari Centre Strategic for International Studies (CSIS), Indra mengatakan, peluang SBY memenangi Pilpres cukup besar karena SBY memiliki dana kampanye yang besar. "Siapa yang menang nantinya adalah mereka yang memiliki dana kampanye yang banyak," katanya. Ia menilai, UU kampanye yang berlaku saat ini sengaja dibuat kabur untuk memenangkan kandidat yang memiliki dana kampanye sangat banyak karena UU tidak mengatur soal akuntabilitas dana kampanye.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008