Jakarta (ANTARA News) - Glenn M Yusuf, mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), mengaku khawatir ditetapkan menjadi tersangka sehingga memenuhi permintaan Jaksa Urip Tri Gunawan sebesar Rp1 miliar. "Saya khawatir dan takut dijadikan tersangka, apalagi ada kata-kata tim pemeriksa (Kasus BLBI), ini ada tugas dari atasan, harus mencari kesalahan tidak mungkin ada yang bekerja sempurna," katanya dalam kesaksiannya di persidangan perkara Jaksa Urip Tri Gunawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis. Majelis hakim pun menanyakan siapa tim pemeriksa BLBI dari kejaksaan itu, ia menyebutkan nama tim pemeriksa itu, yakni, Hendro dan Alex. Ia mengatakan, dirinya benar-benar khawatir dengan perkataan dari tim pemeriksa, hingga menindaklanjutinya dengan memberikan uang Rp1 miliar yang diberikan dua tahap pada Februari 2008, yakni, Rp110 juta dan sisanya Rp890 juta dalam bentuk dolar. "Penyerahan uang yang kedua diberikan satu pekan setelah menyerahkan uang Rp110 juta," katanya. Disebutkannya, saat menyerahkan uang Rp110 juta melalui kuasa hukumnya, Reno Iskandarsyah, Jaksa Urip Tri Gunawan meminta dinaikkan permintaan uangnya menjadi Rp1 miliar. "Saya saat itu benar-benar sakit hati," katanya sembari menyebutkan uang yang diberikan itu merupakan uang pribadinya. Majelis hakim pun bertanya kenapa dirinya tidak melaporkan kepada kejagung mengenai permintaan itu, ia menyatakan dirinya tidak mau menghadapi masalah itu berlarut-larut. "Terus terang saja, saya pernah lihat ini berlarut-larut, saya punya keluarga. Saya sudah capek pernah mengalami pada 10 tahun lalu," katanya. Ia mengetahui adanya permintaan dari Jaksa Urip Tri Gunawan itu, setelah kuasa hukumnya dipanggil Pak Urip yang mengancam kalau tidak dipenuhi maka dirinya akan ditetapkan menjadi tersangka kasus BLBI. "Sebelum selesai pemeriksaan BLBI, Pak Reno dipanggil Pak Urip yang meminta uang," katanya. Glenn M Yusuf sejak Juli 2007 sampai Februari 2008, menjadi saksi di Kejagung dalam kasus dana BLBI II terkait Bank Negara Indonesia (BDNI) milik Syamsul Nursalim. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008