Lebak (ANTARA News) - Pemerintah Daerah tampaknya harus lebih serius menangani anak-anak di Kabupaten Lebak karena banyak yang meninggalkan bangku sekolah untuk bekerja membantu ekonomi keluarga. Pantauan ANTARA, ratusan anak-anak di Kota Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, setiap hari terpaksa bekerja menjadi penjual kantong plastik kresek, pengamen, pemulung, pengemis, tukang semir sepatu, pembantu rumah tangga dan penjual abu gosok. Sebagian besar mereka berasal dari keluarga miskin dengan membanting tulang mencari nafkah saban hari untuk mendukung ekonomi keluarganya. Salma (13) misalnya, seorang anak tamatan SD warga Kecamatan Bojongmanik, Kabupaten Lebak, bersama teman-teman menunggu kedatangan Kereta Api (KA) di Stasiun Rangkasbitung, Kamis. Mereka hendak bekerja sebagai pembantu rumah tangga di perumahan Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang. Pendapatan bekerja seorang pembantu rumah tangga mencapai Rp400 ribu per bulan mereka bisa membantu ekonomi keluarga yang terlilit kemiskinan itu. "Hampir semua anak-anak di kampung bekerja sebagai pembantu rumah tangga," kata Salmah. Dia mengatakan selama bekerja menjadi pembantu rumah tangga, selain bisa memenuhi kebutuhan keluarga juga untuk keperluan sendiri. "Saya bisa membeli pakaian dan perhiasan dan membantu adik-adik dan orang tua," katanya. Begitu pula Suryadi (12) seorang anak warga Kecamatan Cibadak, Rangkabitung, menyatakan dia setiap hari menyemir sepatu karena orang tua sudah tak mampu menyekolahkan anaknya. "Saya hanya sampai SD kelas V karena orang tua tak sanggup membiayai sekolah," katanya. Menurut dia, penghasilan semir sepatu bisa membeli beras dua liter untuk membantu orang tua karena ayahnya sudah tidak bekerja lagi. "Kalau saya tidak menyemir sepatu tentu keluarga di rumah kesulitan membeli beras juga lauk pauk," katanya. Sementara itu, Supendi (45) pemerhati anak-anak di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, menegaskan, pihaknya merasa prihatin pascakrisis moneter tahun 1998 hingga kini banyak anak-anak berkeliaran di jalanan bahkan berhenti sekolah untuk bekerja membantu ekonomi keluarga. Semestinya, usia mereka belajar di bangku sekolah, bukan bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Karena itu, pihaknya mendesak pemerintah agar segera menangani kasus anak-anak tersebut. "Saat ini perhatian pemerintah terhadap anak-anak sangat kurang, terlebih setelah otonomi daerah. Hal itu bisa dilihat dari anggaran untuk anak-anak nyaris tidak ada," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008