Yogyakarta (ANTARA News) - Surat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri tidak mudah dilaksanakan di kalangan dunia industri karena pengalihan hari kerja menyangkut banyak faktor. "Meskipun kalangan industri menyetujui dan menerima SKB lima menteri, tetapi dalam pelaksanaannya tidak mudah untuk menggeser hari kerja mengingat masalah ini terkait jadwal kerja," kata Koordinator Komite Percepatan Pemulihan Ekonomi Yogyakarta `UKM Center`, Jadin C Jamaludin, Jumat. Ia mengatakan, pergeseran hari kerja akan mengurangi efektivitas kerja terutama sektor industri garmen terkait produktivitas dan daya saing ekspor. "Industri harus dapat merespons peluang dengan cepat, seperti pesanan dari pembeli luar negeri. Dengan pergeseran hari kerja maka penjadwalan kerja akan berubah dan ini berpengaruh terhadap waktu penyelesaian pemesan," katanya. Menurut dia, jika pemesanan tidak dapat selesai sesuai waktu yang dijanjikan, pihak pembeli akan komplin dan perusahaan bisa kena penalti. "Penalti inipun bermacam bentuknya, ada yang hanya dibayar 50 persen atau bahkan pesanan tidak dibayar. Dampak terburuk perusahaan dianggap ingkar janji dan pembeli tidak akan percaya lagi," katanya. Jadin mengatakan, masalah yang seharusnya menjadi tugas pemerintah adalah perbaikan manajemen energi nasional, bukan dari industrinya yang dibebani. "Seharusnya manajemen energi nasional yang diperbaiki bukan industrinya. Pemadaman bergilir maupun pergeseran hari kerja mengakibatkan industri terpuruk," katanya. Ia menambahkan pemadaman dan pergeseran hari kerja mengakibatkan perusahaan bahan baku yang sedang dalam proses rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi atau kualitanya menurun. "Selain itu industri juga butuh waktu dan biaya besar untuk manata ulang peralatan maupun bahan serta tidak dapat memenuhi pesanan sesuai waktu," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008