Jakarta (ANTARA news) - Indonesia tidak perlu menjadikan ASEAN pilar utama politik luar negerinya, karena kemampuan perhimpunan bangsa Asia Tenggara itu untuk memenuhi harapan Indonesia dan kawasan tidak memadai dan perlu merancang ulang politik luar negerinya. Inti diskusi bertopik "Mempertanyakan ASEAN sebagai Soko Guru Politik Luar Negeri Indonesia", yang diselenggarakan Pusat Kajian Internasional dan Strategis (CSIS) dengan moderator Direktur Eksekutif CSIS Hadi Soesastro, di Jakarta pada Senin mengungkapkan hal itu. Diskusi itu menghadirkan Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri Imron Cotan, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Sutradara Gintings, Wakil Ketua Dewan Penyantun Yayasan CSIS Jusuf Wanandi, Wakil Direktur Eksekutif CSIS Rizal Sukma dan Redaktur Pelaksana "The Jakarta Post" Meidyatama Suryodiningrat. Jusuf Wanandi mengatakan ASEAN dapat diperkirakan tetap menjadi ajang kerjasama diplomatik dengan integrasi terbatas di bidang ekonomi untuk menghadapi masalah diplomasi tertentu untuk diselesaikan bersama secara terbatas. "Piagam ASEAN, yang diusulkan untuk diratifikasi DPR, ialah pengulangan cara pengaturan ASEAN 40 tahun lalu, yang berhasil untuk masa itu, tapi tak cukup lagi untuk menyiapkan masyarakat ASEAN pada masa depan," kata Jusuf. Menurut dia, ASEAN harus lebih mendalami kerjasamanya dan harus lebih cepat dalam cara pengambilan keputusan dan prakarsa untuk dapat mengimbangi kekuatan RRC dan India dan untuk dapat menjadi perintis dalam kerjasama kawasan di Asia Timur, seperti yang diharapkan kawasan itu. Lebih jauh, ia mengatakan tidak dapat mengharapkan sesuatu dari piagam itu, yang mengusulkan ASEAN merupakan kerjasama antarpemerintah tanpa dukungan dan penyertaan berarti masyarakat, misalnya dalam pembentukan Badan Hak Asasi Manusia oleh menteri luar negeri, pengambilan keputusan lewat konsensus dan akhirnya, keputusan oleh kepala negara atau pemerintahan, dan pemberlakuan sanksi tak jelas jika tak dilaksanakan anggota. "Semua itu tidak memberi harapan bahwa kerjasama ASEAN dapat membawa ASEAN ke masa depan lebih siap untuk menghadapi tantangan baru," katanya. Oleh karena itu, menurut Jusuf, ASEAN tidak perlu menjadi soko guru kebijakan luar negeri Indonesia, meski penting bagi Indonesia dan dapat tetap menjadi bagian dari kebijakan luar negerinya. Sutradara Gintings mengatakan Piagam ASEAN, yang ditandatangani pemimpin ASEAN pada pertemuan mereka di Singapura pada November 2007, tidak memunyai hubungan berarti dengan peningkatan efektivitas ASEAN. "Muatan Piagam ASEAN tidak cukup efektif untuk mewujudkan penyatuan ASEAN sebagai masyarakat politik dan keamanan, masyarakat ekonomi dan masyarakat sosial dan budaya. Ia memperkirakan perkembangan ASEAN tetap lambat, sehingga tak akan memadai sebagai pilar utama strategis dalam menghadapi perkembangan dunia pada masa depan. Anggota DPR itu mengatakan energi politik luar negeri perlu disalurkan lebih luas dengan kombinasi tepat dan proporsional dari hubungan dwipihak, kawasan dan multilateral. "Perluasan tumpuan politik luar negeri kita bukan sekedar meningkatkan frekuensi untuk menghadiri forum internasional atau menjadi tuan rumah konferensi internasional, tapi diplomasi menjalankan disain politik luar negeri, yang disesuaikan dengan tantangan baru pada aras global di bidang politik, ekonomi dan keamanan," katanya. Untuk memulai perluasan tumpuan politik luar negeri, kata Sutradara, Indonesia tentu tidak bisa menunggu menguatnya ekonomi dan kekuatan militer atau pertahanan atau memiliki "hard power". Imron Cotan berpendapat bahwa ASEAN, yang beranggota 10 negara dan berpenduduk 560 juta jiwa, laksana organisme hidup dan terus menyempurnakan diri di tengah perbedaan. "Banyak negara mitranya memandang organisasi sub-regional ini penting. Indonesia pun memandang ASEAN begitu penting," katanya. Menurut dia, pemerintah Indonesia berpandangan bahwa ASEAN telah digunakan untuk menciptakan dan memelihara lingkungan damai, stabil dan aman, sehingga mampu menopang kelangsungan pembangunan nasional di segala bidang demi kesejahteraan rakyat. Mantan Dutabesar Indonesia untuk Australia itu menyatakan Indonesia akan tetap dan terus menempatkan ASEAN sebagai pilar utama lingkaran politik luar negeri. Komitmen Indonesia memperkuat ASEAN melalui proses integrasi akan memberikan dua keuntungan utama, yakni memperkuat daya saing dan posisi tawar bersama menghadapi dinamika regional dan global.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008