Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III (bidang hukum dan keamanan) DPR meminta pemerintah segera membatalkan pemenang tender Sistem Pembuatan Paspor Republik Indonesia (SPRI) di Dephuk HAM, karena pemenang tender proyek senilai Rp114 miliar itu dinilai tidak mampu melaksanakan pekerjaannya secara benar. Anggota Komisi III DPR dari FPG Aulia Rachman dan anggota DPR dari FPAN Arbab Paroeka di gedung DPR/MPR Jakarta, Senin mengemukakan, Komisi III DPR akan minta pemerintah membatalkan proyek tersebut. Menurut Aulia, seharusnya pemenang tender sudah dapat menyelesaikan pekerjaan pada 25 Juli 2008. Namun, sampai saat ini segala persiapan yang harus dilaksanakan belum dilakukan. Ada tujuh kesalahan, yaitu masalah pencegahan duplikasi, denda keterlambatan, implementasi lapangan, infrastruktur komunikasi data, pengunaan vendor AFIS, migrasi data dan ink cartidges. Terkait pencegahan duplikasi, pihak swasta yang menangani hanya menggunakan `recognation" yang akurasinya hanya mencapai maksimal angka 30 persen. Teknologi yang digunakan perusahaan tersebut tidak mengunakan sidik jari sehingga tidak dapat mendeteksi untuk data yang sudah ada dalam SPTBB yang pemohonnya mencapai 5 juta orang. Dalam hal infrastruktur komunikasi data, perusahaan ini menggunakan `public network" dan bersama sama dengan E-Office, sedangkan ada perusahaan lain menggunakan private network yang memiliki security dan performance yang lebih baik, kata Aulia. Menurut dia, sesungguhnya pemenang tender belum sanggup melaksanakan pekerjaan sebagai pemenang tender. Dari janji mereka menyelesaikan pekerjaan di 150 titik di seluruh Indonesia, baru melaksanakan kurang dari 50 titik. "Sekarang pekerjaan pembuatan paspor yang belum selesai menumpuk di sejumlah kanwil. Dengan demikian berarti telah merugikan keuangan negara. Karena itu pemerintah harus segera membatalkan tender tersebut," kata Aulia Rachman. Arbab Paproeka menyebutkan, bila perusahaan yang menangani proyek ini tidak mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perjanjian, maka pemerintah selaku pemberi tender wajib mengambil kembali tugas yang sudah diberikan. Kepada perusahaan tersebut juga harus diberikan sanksi sesuai dengan perjanjian. "Saya tidak tahu apa sanksi yang harus diberikan kepada perusahaan pemenang tender yang lalai atau tidak sanggup menjalankan tugas seperti yang dijanjikan," kata Arbab.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008