Jakarta (ANTARA News) - Inflasi pada Juli 2008 mencapai 1,37 persen akibat kenaikan harga pada seluruh kelompok barang dan jasa, terutama pada kelompok pendidikan rekreasi dan olah raga, dan kelompok bahan makanan, serta kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar minyak (BBM). "Ini adalah siklus tahunan seperti yang sudah diperkirakan. pada Juli sebetulnya tidak nampak lagi pengaruh kenaikan harga BBM, meski inflasi tinggi," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan di Jakarta, Jumat. Dengan demikian, jelasnya, inflasi tahun kalender (Januari-Juli) tercatat sebesar 8,85 persen dan inflasi year on year 11,9 persen. BPS mencatat Inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mencapai 1,74 persen, sedangkan inflasi kelompok bahan makanan sebesar 1,85 persen, dan inflasi kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar 1,80 persen. "Dari 66 kota, seluruh kota mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi di Manokwari 4,33 persen dan terendah di Banda Aceh 0,25 persen," katanya. "Kalau kita lihat pendorong inflasi tetap pada bahan makanan dengan inflasi 1,85 persen karena persoalan di pasar riil, artinya ada masalah pasokan," jelasnya. Demikian pula dengan pendidikan dasar, terutama pada sekolah swasta yang menaikkan biaya pendidikan hingga 9,95 persen sehingga secara keseluruhan sektor pendidikan menyumbang inflasi 0,13 persen. "Pada sisi perumahan, masih ada kenaikan harga elpiji sampai 12,3 persen untuk semua jenis, Biasanya ini lebih karena masalah distribusi," katanya. Dengan demikian, tambahnya, jika pemerintah ingin mempertahankan target inflasi pada akhir tahun 11,4 persen, maka pemerintah harus berusaha keras memperbaiki sisi pasokan, terutama konsumsi barang. "Kita masih punya selisih sekitar 2-3 persen hingga akhir tahun sesuai dengan target pemerintah. Ini berati sekitar 0,5 persen setiap bulannya," katanya. Padahal, tambahnya, catatan BPS mengatakan pada Agustus 2007, terjadi inflasi 0,75 persen, pada September 0,80 persen dan Oktober 0,79 persen. Sementara itu, ekonom Ryan Kiryanto mengatakan, inflasi Juli membuktikan bahwa faktor non moneter menjadi penyebab utama karena BI telah menaikkan BI rate menjadi 8,75 persen untuk menyerap ekses likuiditas guna menekan konsumsi masyarakat yang inflatoir. "Inflasi yang tinggi pada Juli, baik inflasi year on year atau tahun kalender menuntut keseriusan pemerintah untuk menyeimbangkan sisi pasokan dan permintaan melalui perbaikan infrastruktur, seperti jalan raya, listrik ataupun transportasi, serta efisiensi energi dan listrik," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008