Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi bisa menerima keinginan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau langsung mekanisme pembahasan RAPBN, namun untuk rapat yang diselenggarakan tertutup, KPK tetap perlu memberitahu sebelum mengikuti rapat tersebut. Demikian hasil pertemuan antara pimpinan DPR dan pimpinan KPK di Gedung DPR/MPR Jakarta, Selasa. Pimpinan KPK bertemu pimpinan DPR RI untuk membahas mengenai keikutsertaan KPK dalam pembahasan RAPBN dalam rapat-rapat yang dilakukan DPR bersama mitra kerjanya. Pertemuan dihadiri Ketua KPK Antasari Azhar, Wakil Ketua KPK Haryono Umar, M Jasin dan Bibit Samad Rianto. Sedangkan Ketua DPR Agung Laksono didampingi, antara lain, Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR Irsyad Sudiro, Wakil Ketua BK Gayus Lumbuun, Ketua Komisi I Theo Sambuaga, Wakil Ketua Komisi II Idrus Marham dan Ketua Komisi VII DPR Erlangga Hartarto serta pimpinan fraksi dan pimpinan komisi. Pertemuan ini dilakukan sebagai tindak lanjut surat dari pimpinan KPK mengenai usul agar KPK memantau pembahasan anggaran yang dilakukan komisi-komisi DPR. Pemantauan KPK itu untuk mengetahui mekanisme pembahasan anggaran dan mengantisipasi terjadinya korupsi pada alokasi anggaran untuk setiap departemen atau instansi pemerintah. KPK menganggap bahwa proses pembahasan anggaran merupakan awal dari terjadinya korupsi pada anggaran untuk departemen dan lembaga pemerintah. Atas surat tersebut, Ketua DPR Agung Laksono membalasnya dengan meminta agar usul itu dibahas lebih mendalam oleh pimpinan kedua lembaga. Agung Laksono mengemukakan, pemberitahuan secara tertulis mengenai kehadiran petugas KPK dalam rapat tertutup di komisi-komisi di DPR diberlakukan hanya untuk kepentingan administratif, bukan dimaksudkan untuk menghambat atau menghalangi kehadiran KPK. "Pada dasarnya, DPR welcome (menyambut baik)," kata Agung. Sedangkan untuk rapat DPR yang bersifat terbuka, maka pemberitahuan tertulis tidak diperlukan. Agung menilai, kehadiran KPK dalam rapat DPR yang membahas anggaran itu penting sebagai tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadinya korupsi atau gratifikasi. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008