Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 18 partai politik (parpol) akan melakukan uji materi aturan mengenai "Parliamentary Threshold" (PT) atau batas minimal perolehan kursi sebesar 2,5 persen di DPR yang terdapat dalam UU Nomor 10/2008 tentang pemilu karena aturan itu akan menghilangkan suara rakyat yang telah memberikan suaranya. "PT menggambarkan ketidakadilan sistem politik," kata Ketua Umum Partai Persatuan Daerah (PPD) Oesman Sapta, di Jakarta, Selasa, menjelaskan hasil pertemuan 18 parpol. Ke-18 parpol yang bertemu di sela rapat pimpinan nasional PPD tersebut adalah PPD, Barisan Nasional, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Karya Perjuangan, Partai Demokrasi Kebangsaan Indonesia, dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama. Selanjutnya, Partai Kedaulatan, Partai Matahari Bangsa, Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia, Partai Pemuda Indonesia, Partai Patriot, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, Partai Perjuangan Indonesia Baru, dan Partai Republik Nusantara. Rapat tersebut sepakat membentuk Forum Komunikasi 18 Parpol (Forum 18 Parpol). Koordinator forum tersebut adalah Oesman Sapta sementara sekretarisnya adalah Didi Supriyanto (Partai Demokrasi Pembaruan). Hadir pada pertemuan tersebut beberapa pimpinan parpol atau perwakilannya seperti Ketua Umum Partai Matahari Bangsa, Imam A Daruqutmi; Ketua Umum Partai Pedui Rakyat Nasional, Amelia A Yani; Ketua Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, Daniel Hutapea; dan Roy BB Janis (Partai Demokrasi Pembaruan). Dengan aturan PT tersebut, parpol peserta pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan kursi di DPR RI sekurang-kurangnya 2,5 persen dari total kursi di DPR, harus merelakan kursinya diberikan kepada partai lain atau dengan kata lain tidak berhak lagi menempatkan satu pun wakilnya di DPR. "Ini (PT) membunuh demokrasi," kata Sekjen PPD Adhie M Massardi. Adhie mengatakan, jika sebuah partai mampu memperoleh kursi di DPR namun jumlahnya kurang dari PT maka kursi itu akan hilang. "Berarti tidak lolos PT, kemudian semua tidak masuk parlemen," katanya. Hal itu, kata Adhie, berarti suara rakyat yang disalurkan lewat partai namun partai tidak lolos PT akan hilang. Bahkan, katanya, dalam pertemuan tersebut timbul kekuatiran akan timbul gejolak jika PT tetap terus dilaksanakan. "Karena sudah berjuang mendapat mandat, tetapi batal karena ketentuan tersebut," katanya. Ia mengatakan ketentuan PT tersebut diadopsi dari Jerman. Namun ia mengingatkan bahwa ketentuan di Jerman tersebut untuk mengganjal Neo Nazi. "Kami bukan Neo Nazi," katanya. Mengenai kapan akan melakukan gugatan, Adhie mengatakan akan dibicarakan pada tanggal 16 Agustus, termasuk juga mengenai teknis gugatannya, seperti apakah perlu membentuk tim hukum. Selain masalah PT, mereka juga membicarakan teknik pemilu seperti cara pemungutan suara, mekanisme kampanye, dan perlu tidaknya Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) bagi calon anggota legislatif. Pembicaraannya lainnya adalah mengenai kampanye bersama ke-18 partai tersebut. "Ini bisa memberikan citra serta pilihan kepada rakyat apakah mau memilih partai lama atau partai baru," katanya. Namun ke-18 partai tersebut belum membicarakan mengenai koalisi serta pencalonan presiden, kata Adhie.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008