Yogyakarta (ANTARA News) - Banyaknya kalangan intelektual terutama akademisi serta para pengamat politik, sosial, ekonomi dan hukum masuk ke percaturan politik nasional dengan menjadi kader salah satu partai politik (parpol) harus bisa membawa perubahan dan pembaruan di negeri ini. Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, AAGN Arie Dwipayana, Sabtu, mengatakan, masuknya para akademisi dan pengamat dalam parpol mungkin merupakan pilihan politik mereka yang menginginkan perubahan. "Mereka nampaknya frustrasi dengan keadaan politik saat ini tetapi tidak mempunyai daya untuk melakukan perubahan dari luar `panggung`," katanya. Menurut dia, kecenderungan ini sebenarnya bukan merupakan hal baru karena pada era 1970 ada eksodus cendekiawan maupun akademisi ke parpol atau panggung politik. "Tetapi yang perlu dikritisi saat ini adalah apakah ketika cendekiawan dan akademisi masuk dalam politik ini mampu mewarnai peta politik secara signifikan atau tidak, dan sejauh mana perubahan dalam struktur politik dapat dilakukan," katanya. Ia mengatakan, pada kondisi sekarang yang mereka hadapi dalam kancah politik relatif berat termasuk kekuatan oligarki parpol. "Tantangan terberat adalah ketika mereka harus melawan oligarki parpol yang sudah sekian lama terbangun, bagaimana kemampuan mereka dalam melakukan perubahan di tubuh parpol," katanya. Lebih lanjut ia mengatakan, kehadiran akademisi dan pengamat di parpol dapat menjadi tambahan energi bagi pembaruan partai karena mereka sudah memiliki akses dan rumusan pembaruan. "Tetapi mungkin juga mereka masuk dalam perangkap oligarki kepartaian sehingga akan kesulitan ketika berada dalam `power game` partai. Ini tantangan yang hrus dijawab" katanya. Ia menambahkan, satu hal yang membuat ini terjadi karena sekarang peluang terbuka lebar dan adanya `image` partai politik bercitra buruk. "Jadi, mungkin saja parpol merekrut caleg nonkader guna memperbaiki citra partai, dan jangan-jangan mereka hanya menjadi alat untuk meraih kemenangan pemilu," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008