Yogyakarta, (ANTARA News) - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diduga tetap akan menjadi "sapi perah" partai politik (parpol) terutama saat memasuki masa kampanye pemilu 2009 karena `pintu belakang` masih terbuka lebar. "Memang ada undang-undang (UU) yang melarang BUMN memberi sumbangan ke parpol, tetapi ada beberapa pola yang dapat dimanfaatkan parpol untuk mengeruk dana dari perusahaan pemerintah itu," kata Peneliti Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar SH LLM, Sabtu. Menurut dia, dengan UU tersebut BUMN tidak bisa secara langsung memberikan sumbangan dana tunai ke parpol, tetapi aliran dana tersebut bisa dalam bentuk lain. "Ada beberapa pola untuk mengeruk dana dari BUMN, seperti penjualan aset dan privatisasi BUMN yang dilakukan aktor dari parpol yang duduk di birokrat, ini merupakan pola untuk mengeruk dana besar dari BUMN," katanya. Pola yang juga sering dilakukan adalah merebut atau menempatkan orang parpol atau elit birokrat untuk duduk di jajaran direksi BUMN. "Sudah bukan rahasia lagi jika tim sukses dari elit pemerintahan kemudian diberi hadiah berupa kedudukan atau kursi direksi di BUMN, dari sini maka dana juga akan mengalir karena ada semacam upeti untuk parpol," katanya. Ia mengatakan, pola main "pintu belakang" yang juga menjadi sasaran adalah dengan bermain di bursa saham. "Pola ini dilakukan dengan membuat harga saham BUMN anjlok, setelah itu saham diborong kemudian harga dinaikkan tinggi dan kembali dijual ke pasaran sehingga ada selisih dari penjualan saham ini," katanya. Lebih lanjut ia mengatakan, pola-pola main di "pintu belakang" itulah yang paling sering digunakan untuk mengeruk dana dari BUMN. "BUMN kan perusahaan negara, tetapi pada kenyataannya justru tidak memberikan masukan untuk negara, lebih banyak ke parpol," katanya. (*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008