Washington (ANTARA News) - Mahmud Darwish, yang dianggap secara luas sebagai salah satu penyair terbesar Palestina, meninggal dunia Sabtu di sebuah rumah sakit AS menyusul operasi jantung-terbuka, kata pejabat rumah sakit. "Darwish meninggal pukul 13.35 waktu setempat (Minggu pukul 1.35 WIB)," Ann Brimberry, seorang jurubicara Memorial Hermann Hospital di Houston, Texas, tempat ia (Darwish) dirawat, mengatakan. Penulis berusia 67 tahun itu dipasangi alat bantuan hidup dua hari lalu menyusul komplikasi yang meningkat akibat operasi, seorang teman mengatakan di Jerusalem sebelumnya, minta untuk tidak disebutkan namanya. Darwish telah mempublikasikan lebih dari 24 buku syair dan prosa yang berakar pada pengalamannya sebagai pengasingan Palestina dan konflik sengit Timur Tengah, selama karir yang merentang hampir lima dasawarsa. Dianggap secara luas sebagai salah satu penyair terbesar dunia Arab, Darwish menjadi pengecam keras Israel selama bertahun-tahun dan ditahan beberapa kali pada 1960-an sebelum pergi ke pengasingan atas kemauannya sendiri pada 1970. Selama 25 tahun Darwish mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain, menghabiskan waktu di beberapa ibukota Arab dan dengan singkat tinggal di Moskow dan Paris. Ia telah menerima sejumlah penghargaan kesusasteraan selama karirnya, termasuk Ibnu Sina Prize, Lenin Peace Prize, Lotus Prize 1969 dari Perhimpunan Penulis Afro-Asia, medali Knight of Arts dan Belles Lettres Perancis pada 1997, Penghargaan untuk Kebebasan Kebudayaan dari Yayasan Lannan 2001, dan Moroccan Wissam of intellectual merit yang diserahkan padanya oleh Raja Mohammad VI dari Maroko, menurut Akademi Penyair Amerika. "Darwish adalah nafas esensial rakyat Palestina, saksi pengungsian dan kepemilikannya yang fasih berbicara," penyair Naomi Shihab pernah mengatakan tentang dia. Lahir pada 1941 di sebuah desa Arab di tempat yang sekarang adalah Israel utara, Darwish dan keluarganya diusir dalam perang 1948 yang diikuti dengan pembentukan negara Yahudi itu, meskipun mereka kembali ke Israel beberapa tahun kemudian. Satu rangkaian prosa puitis yang ditulis mengenai pengalamannya tinggal di Beirut pada saat serangan Israel dan pembombardiran Libanon pada 1982 telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada 1995 dengan judul "Memory for Forgetfulness". Pada 1988 ia menulis pernyataan resmi kemerdekaan Palestina dan mengabdi di komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) hingga 1993, ketika ia mundur sebagai protes atas perjanjian otonomi Oslo. Ia tinggal di kota Ramallah di Tepi Barat sejak 1995. Pada tahun 2000, satu usulan ketika itu oleh menteri pendidikan Israel Yossi Sarid untuk mengajarkan karya Darwish di sekolah umum telah memicu badai politik dan menyebabkan oposisi sayap-kanan untuk mendaftarkan mosi tidak percaya pada pemerintah. Pada Juli 2007, Darwish mencela pengambilalihan berdarah Jalur Gaza oleh gerakan Islam Hamas satu bulan sebelum pembacaan puisi pertamanya di Israel sejak ia meninggalkan negara Yahudi itu 1970. "Kami terbangun dari koma untuk melihat bendera berwarna satu (Hamas) diganti dengan bendera empat-warna (Palestina)," kata Darwish di hadapan sekitar 2.000 orang yang menghadiri pembacaan puisi di kota pelabuhan Haifa di Israel utara. "Kita berhasil," ia mengatakan dengan ejekan yang kental. "Gaza memperoleh kemerdekaannya dari Tepi Barat. Satu rakyat sekarang memiliki dua negara, dua penjara yang tidak saling menyambut. Kita adalah korban yang mengenakan pakaian algojo." "Kita berhasil tahu bahwa pendudukanlah yang benar-benar menang." Darwish sebelumnya menjalani operasi jantung pada 1984 dan 1998, dengan operasi yang kemudian mengilhami syair berikut: "Saya telah mengalahkanmu, kematian/Semua seni yang indah telah mengalahkanmu/Nyanyian Mesopotamia, tugu Mesir, makam Firaun yang dipahat di altar telah mengalahkanmu, dan kamu adalah yang kalah", demikian Reuters. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008