Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah tengah mempertimbangkan kemungkinan penyesuaian nilai kontrak atau eskalasi bagi kontraktor pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan kisaran 10-14 persen. "Tapi masih ada opsi lainnya, yaitu optimalisasi anggaran dengan memotong pekerjaan disesuaikan dengan nilai kontrak yang ada," kata Meneg PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta kepada ANTARA News di Jakarta, Rabu. Dia mengatakan, kedua kemungkinan itu akan diberikan bagi proyek-proyek konstruksi dan pengadaan lainnya dalam jangka pendek akibat kenaikan harga-harga komponen menyusul kenaikan harga BBM bersubsidi pada Mei lalu. "Kemarin LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah-red) kan sudah sama sekali tidak mengizinkan eskalasi ini," katanya. Sementara itu Deputi Kemeneg PPN/Bappenas bidang Sarana Prasarana, Dedy S Priyatna mengatakan, rapat pembahasan eskalasi itu baru akan dilakukan pada Kamis besok (14/8). "Jadi Kamis besok, atas dasar rekomendasi LKPP, di Bappenas kita akan melakukan rapat dengan Depkeu dan departemen lain untuk membahas dasar-dasar rekomendasi tersebut," katanya Dia menjelaskan, pemerintah tidak akan langsung menyetujui rekomendasi LKPP yaitu menolak eskalasi, meskipun lembaga tersebut adalah lembaga yang dianggap berkompeten menyelesaikan perselisihan dalam proyek-proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah. "Kita baru tahu kalau Jepang juga memberikan kebijakan eskalasi sebesar 15 persen untuk proyek pengadaan publik," katanya. Sebelumnya Menkeu Sri Mulyani juga mengungkapkan, pihaknya akan berupaya mencari solusi yang paling rasional terkait permintaan penyesuaian nilai kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah akibat kenaikan harga BBM bersubsidi pada Mei lalu. LKPP sendiri pada dua pekan lalu telah menyampaikan surat rekomendasi penolakan permintaan tersebut karena tidak adanya situasi kahar atau force majeur sebagai prasyarat eskalasi. Selain itu, kebijakan eskalasi tidak dapat diberlakukan pada proyek-proyek tahun tunggal sesuai dengan Keppres 80/2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. LKPP memperkirakan sekitar 60 persen pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan kontrak tahun tunggal. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008