kolaborasi antara pemerintah dengan pihak Industri merupakan hal yang diyakini akan menjadi kunci peningkatan industri hulu migas nasional.
Jakarta (ANTARA) - Memasuki periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia dianggap masih memiliki daya tarik bagi investor minyak dan gas global karena sedikitnya masih terdapat 70 basin yang belum dieksplorasi.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Nanang Abdul Manaf saat ditemui bersama Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong dan Ketua Panitia IPA Convex 2019, Hanny Denalda di Jakarta, Jumat.

Menurut Nanang, banyaknya basin yang belum dieksplorasi menunjukkan ada teknologi baru yang dapat diimplementasikan pada lapangan produksi yang diyakini dapat meningkatkan produksi migas nasional guna memenuhi kebutuhan energi di masa mendatang.

“Potensi geologis yang sangat besar ini tidak dapat dipisahkan dari sisi komersial dan kebijakan fiskal yang ada, sehingga dapat menarik minat investor untuk melakukan eksplorasi,” paparnya.

Baca juga: SKK Migas: Investasi hulu migas capai 8,4 miliar Dolar AS

Nanang pun memberikan ilustrasi tentang saldo tabungan di dalam ATM yang jika ditarik terus-menerus tanpa ada upaya menambah jumlah saldo, lama kelamaan uang yang ada akan terus menipis. Begitu pula halnya dengan cadangan migas nasional. Minimnya upaya mencari cadangan migas baru akan berdampak pada jumlah produksi yang dihasilkan di masa mendatang. “Perlu dipikirkan sejumlah cara agar investor mau melakukan eksplorasi di Indonesia,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, kolaborasi antara pemerintah dengan pihak Industri merupakan hal yang diyakini akan menjadi kunci peningkatan industri hulu migas nasional. Jika fokus pemerintah saat ini pada upaya menciptakan tata kelola migas yang lebih baik dan prinsip efisiensi, dari sisi industri mengharapkan ada kepastian peraturan (regulatory certainty), pengakuan terhadap kesucian kontrak (contract sanctity), fleksibilitas fiskal, dan kebebasan dalam memasarkan produk menurut prinsip business to business.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong, juga menyampaikan bahwa industri migas nasional menyambut baik adanya kebijakan baru tentang keterbukaan data yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral baru-baru ini, yaitu Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 7/2019 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Data Minyak dan Gas Bumi.

Kebijakan tersebut, menurut dia, diyakini dapat membantu calon investor pada tahap awal untuk mengetahui ada tidaknya potensi hidrokarbon di suatu wilayah kerja yang ditawarkan Pemerintah. “Namun kebijakan ini harus terus disempurnakan khususnya tentang mekanisme pengelolaan data dan kualitas dari data yang ada itu sendiri,” ungkapnya.

Baca juga: DEN : Pemangkasan perizinan strategi dongkrak produksi migas

Berdasarkan infografis yang diterbitkan IPA, diketahui bahwa proyeksi kebutuhan minyak pada 2025 sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) mencapai sebesar 2 juta barel per hari. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan penemuan cadangan migas baru sebanyak 10 kali Lapangan Cepu atau investasi sebesar 12 miliar dolar AS.

Selain potensi geologis dan keterbukaan data, IPA juga menyoroti perihal rencana Pemerintah untuk mengurangi birokrasi perizinan yang diperlukan dalam kegiatan hulu migas nasional. Hal ini sejalan dengan focus Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada periode kedua.

“Penyederhanaan perizinan tidak saja pada Kementerian ESDM, tetapi juga harus terjadi pada kementerian atau lembaga terkait, termasuk pemerintah daerah karena kegiatan industri hulu migas juga terkait dengan sektor-sektor lain,” papar Meiti.
 

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019