Jakarta (ANTARA News) - Pembayaran bunga utang pemerintah yang diperkirakan mencapai Rp109,3 triliun, dikhawatirkan akan membebani ekonomi Indonesia 2009 mengingat situasi pasar keuangan yang belum membaik, serta turunnya kinerja ekspor akibat melemahnya harga komoditas. Beban ekonomi akibat utang itu, menurut ekonom Indef (Institute for Development of Economy and Finance) Aviliani, saat ini masih bisa diimbangi dengan kondisi di pasar modal, tetapi perlu dipertimbangkan apabila pasar modal melemah. Pengimbangan dari kinerja ekspor, kata dia, masih rentan karena harga komoditas dunia kini turun dan belum ada tanda-tanda peningkatan volume ekspor. Aliran modal keluar (capital outflow) untuk pembayaran utang setiap tahun rata-rata mencapai Rp70 triliun, sedangkan penarikan utang baru hanya mencapai Rp30 triliun, yang berarti terdapat cashflow negatif sekitar Rp40 triliun. Menurut Aviliani, kondisi tersebut dikhawatirkan berdampak pada pelemahan nilai tukar, kecuali ada upaya penarikan aliran modal masuk secara efektif. "Sekarang pemerintah berusaha dengan SUN dan ORI untuk menahan nilai tukar. Artinya kita masih rentan," ujarnya. "Karena ekspansi 2-3 tahun ini baru berhasil 2-3 tahun lagi sehingga memang dengan menurunnya harga kita akan punya masalah dengan ekspor. Mungkin tumbuh, tapi tidak sebagus ketika 6 bulan kemarin karena harga mulai turun," ujarnya. Dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009, pemerintah memproyeksikan pembayaran bunga utang sebesar Rp109,3 triliun atau 2,1 persen dari PDB. Hal itu mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan 2009 dari utang neto sebesar Rp81,1 triliun dan kondisi struktur portofolio utang saat ini. Dari pembayaran bunga utang sebesar itu, sekitar 70 persen atau Rp76 triliun digunakan untuk membiayai pembayaran bunga utang dalam negeri dan sekitar 30 persen atau Rp33,3 triliun digunakan untuk membiayai bunga utang luar negeri. Tingginya kebutuhan pembayaran bunga utang dalam negeri 2009 karena pemerintah akan melunasi kewajiban terhadap bunga surat utang berseri SU-002, SU-004, dan SU-007 yang sempat ditunda pembayarannya pada tahun 2008 sebesar Rp1,9 triliun. Di samping itu, peningkatan kebutuhan pembayaran bunga utang dalam negeri juga terjadi karena tingginya jumlah penerbitan obligasi negara pada 2008, padahal kupon yang harus diberikan cukup tinggi mengingat kondisi pasar keuangan yang belum stabil. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008