Jakarta, (ANTARA News) - Asumsi harga minyak dalam RAPBN 2009 sebesar 100 dolar AS per barel masih memerlukan pembahasan lebih lanjut dengan DPR, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. "Berbagai asumsi yang kami ajukan ada yang bilang konservatif, ada yang bilang optimis, barangkali harga minyak akan kita bahas lebih lanjut karena pengaruhnya terhadap postur keseluruhan sangat besar," katanya di Jakarta, Rabu. Menkeu menyatakan hal itu usai menghadiri rapat paripurna DPR dengan agenda penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap RAPBN 2009. "Tapi yang paling penting resiko dari kenaikan harga minyak ini kan sudah kita cover dalam RAPBN 2009 melalui beberapa pasal," katanya. Menanggapi tingkat inflasi yang juga mendapat sorotan dari DPR, Menkeu mengatakan, pemerintah akan membahasnya lagi dengan Bank Indonesia (BI). Pembicaraan dengan BI selama ini, menurut Menkeu BI cukup optimis dengan angka 6,5 persen dan punya skenario atau cara untuk mencapai target itu. "Saya rasa konsistensi dan menghormati independensi dan kredibilitas BI, kita akan lihat tiga variable itu yaitu suku bunga SBI, nilai tukar, dan inflasi," kata Menkeu. Mengenai tingkat bunga SBI 3 bulan sebesar 8,5 persen, Menkeu mengatakan, pada akhirnya angka itu akan tergantung pada tingkat inflasi dalam 12 bulan pada 2009. "Ini menyangkut average bukan point to point. Inflasi selama setengah tahun pertama 2009 mungkin masih di atas 6,5 persen," katanya. Sejumlah fraksi DPR memberikan perhatian pada berbagai asumsi yang diajukan oleh pemerintah dalam RAPBN 2009 termasuk asumsi harga minyak. FPKS misalnya menilai bahwa penetapan asumsi sebesar 100 dolar AS cukup tergesa-gesa karena sebelumnya 130 dolar AS namun tiba-tiba turun menjadi 100 dolar AS. "Hal itu menyiratkan sikap reaktif pemerintah," kata jubir FPKS Rama Pratama. Di satu sisi hal itu bernilai positif dan mengisyaratkan optimisme terhadap pelaku ekonomi. Di sisi lain sinyal yang terlalu optimis di tengah tingginya harga minyak mentah dunia dapat menebar harapan semu bahwa tidak akan terjadi kenaikan BBM yang seringkali menjadi bumerang bagi pemerintah sendiri di tengah ketidakjelasan kebijakan energi nasional, katanya. Sementara itu Fraksi PDIP menilai asumsi harga minyak kurang realistis dan perlu ditinjau lagi. "Perkembangan harga minyak mentah dunia masih tidak menentu dan cenderung naik, oleh karena itu asumsi harga minyak mentah itu kurang realistis dan perlu ditinjau kembali," kata jubir FPDIP Nusyirwan Soejono.(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008