Seoul/Tokyo (ANTARA) - Jepang dan Korea Selatan, Selasa, membantah laporan media bahwa pemerintah dua negara sedang mengkaji rencana membuat program ekonomi bersama, yang ditujukan untuk meredakan ketegangan menyangkut masalah kerja paksa warga Korea pada Perang Dunia Kedua.

Kyodo pada Senin (28/10) melaporkan bahwa Korea Selatan dan Jepang sedang mempertimbangkan program yang akan dijalankan oleh perusahaan-perusahaan di kedua negara tersebut.

Baca juga: Korea Selatan hapus Jepang dari 'daftar putih' perdagangan

Namun, lapor kantor berita itu, pemerintah Jepang tidak akan menyediakan dana, sesuai dengan sikapnya bahwa klaim menyangkut tenaga kerja paksa sudah diselesaikan melalui perjanjian pada 1965.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga dan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan secara terpisah bahwa laporan itu tidak benar.

"Dengan menghormati pertimbangan lembaga peradilan, pemerintah (Korea Selatan) terbuka untuk menemukan cara-cara yang masuk akal, yang bisa diterima oleh para korban dan rakyat kedua negara, serta terus menjalin komunikasi dengan otoritas diplomatik Jepang," menurut pernyataan Korea Selatan.

Baca juga: Para anggota parlemen Korsel kunjungi pulau sengketa dengan Jepang

Suga menolak memberikan komentar soal apakah ide pembuatan program seperti itu kemungkinan telah disinggung dalam surat yang dikirimkan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in kepada Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pekan lalu.

Hubungan bilateral Korea Selatan dan Jepang baru-baru ini memburuk ke salah satu tingkat terburuk dalam beberapa dekade belakangan ini terkait sejarah kelam, yang mencakup penjajahan Jepang pada 1910-1945 di Semenanjung Korea.

Baca juga: PM Jepang: Tokyo ingin Korsel tepati janji soal kerja paksa

Terkait sejarah, kedua negara juga bersitegang menyangkut pengerahan orang-orang untuk bekerja secara paksa di perusahaan-perusahaan Jepang.

Selain itu, ketegangan juga terkait penggunaan "perempuan penghibur" --kata halus yang digunakan Jepang untuk menyebut remaja putri dan perempuan dewasa, sebagian besar di antaranya adalah warga Korea-- yang dipaksa bekerja di rumah-rumah bordil militer.
 

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019