Jakarta (ANTARA News) - PT PLN (Persero) akan tetap menjalankan program penghematan terhadap pelanggan mal, hotel, dan gedung perkantoran untuk menghindari terjadinya pemadaman bergilir selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri 1429 H. "PLN khawatir selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri beban puncak naik terus," kata Direktur PLN Jawa Madura dan Bali (Jamali) Murtaqi Syamsuddin ketika dihubungi di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan, untuk pelaksanaan penghematan bagi mal, hotel dan perkantoran, PLN tetap akan melakukan dialog dengan asosiasi usaha. Menurutnya, ada opsi-opsi yang bisa dilakukan mal, hotel, dan gedung perkantoran untuk menghemat. "Salah satunya adalah memakai genset sendiri bagi yang sudah memiliki," jelasnya. Murtaqi mengatakan, PLN memberi batas waktu 25 Agustus mendatang bagi pelanggan mal, hotel, dan gedung perkantoran untuk berhemat karena sepekan setelah itu memasuki bulan Ramadhan. Apabila, para pelanggan perkantoran, hotel, dan mal tidak mau menaati ketentuan penghematan maka pelanggan akan menanggung pemadaman bergilir. Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar secara terpisah mengatakan, untuk menjamin pasokan listrik ke seluruh pelanggan, PLN setidaknya membutuhkan cadangan sebesar 600 megawatt (MW). Dari kebutuhan cadangan 600 MW, jelasnya, PLN baru mendapatkan 200 MW dari penghematan yang dilakukan oleh pelanggan industri. Sementara dari penghematan oleh pelanggan rumah tangga dan kantor pemerintah, diharapkan akan ada tambahan cadangan sekitar 200 MW. "Kita masih butuh dari pelanggan bisnis seperti mal, hotel perkantoran swasta sekitar 200 MW," ujarnya. Karena itu, lanjut Fahmi, PLN melalui Direktur Jamali membuat surat edaran kepada setiap unit PLN wilayah. Namun ditegaskannya, surat edaran tersebut bukan bersifat mewajibkan melainkan hanya himbauan. "Intinya kita memerlukan penghematan dari pelaku bisnis dan mal. Tapi itu bukan paksaan sifatnya," katanya. Selama ini, tambah Fahmi, pemakaian listrik oleh pelanggan bisnis mencapai 30 persen atau sekitar 4.800 MW dari total konsumsi nasional yang mencapai 16.000 MW. "Kita kan hanya butuh 200 MW. Kalau mereka ramai-ramai berhemat sedikit-sedikit tentu akan menurunkan beban," ujar dia. Ia memaparkan, cara-cara penghematan yang bisa dilakukan pelanggan bisnis ini adalah dengan mengoperasikan genset untuk yang memiliki genset. Bagi yang tidak memiliki genset, upaya penghematan bisa dilakukan dengan mengatur suhu ruangan dan pemakaian lampu penerangan. "Itu adalah bagian dari strategi mereka. Jadi kita tidak akan memaksa pelanggan bisnis yang tidak mempunyai genset, supaya dia membeli genset," ujarnya. Kendati hanya bersifat imbauan, namun menurut Fahmi, jika sewaktu-waktu terjadi defisit pasokan dan dirasa perlu dilakukan penurunan beban, maka PLN akan melakukan pemadaman terhadap pelanggan bisnis yang tidak mau berhemat. "Jadi wajar kalau mereka menjadi prioritas pertama yang terkena pemadaman dibandingkan dengan pelanggan yang sudah melakukan penghematan." Untuk pemantauan dan pengawasan di lapangan, menurut Fahmi, PLN tidak perlu memasang alat tambahan di setiap mal, hotel, dan gedung perkantoran swasta. "Kita sudah pakai `automatic reading`. Dari situ kita bisa lihat grafik pembebanan mereka setiap saat untuk dianalisis pelanggan ini menurunkan beban atau tidak," jelasnya. Sebelumnya Asosiasi perhotelan, perkantoran, dan mal selama ini bersikeras menolak kebijakan hemat enargi yang dilakukan oleh PLN. Departemen Perdagangan yang menaungi sejumlah asosiasi tersebut lebih cenderung tidak mendukung langkah yang akan ditempuh oleh PLN. Padahal, jika perhotelan, perkantoran, dan mal enggan melakukan penghematan maka korbannya adalah pelanggan rumah tangga yang mayoritas melakukan ibadah ramadhan dalam sepuluh hari ke depan. Sementara itu, Departemen Perindustrian cenderung mendukung program penghematan yang dicanangkan oleh PLN. Surat Keputusan Bersama (SKB) hemat energi untuk industri didukung oleh Depperin. (*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008