Bandung (ANTARA News) - Laporan keuangan dapat berfungsi sebagai sarana untuk melakukan kecurangan atau "fraud", kata Tenaga Ahli BPK-RI Bidang Pengembangan Profesi Akuntan dan Peningkatan Kualitas Pemeriksaan Prof Dr Ilya Avianti di Bandung, Jumat. "Kecurangan atau fraud laporan keuangan memang jarang terjadi bila dibandingkan korupsi dan penyalahgunaan aset, akan tetapi kerugian yang ditimbulkan fraud laporan keuangan lebih besar," kata Ilya di sela-sela orasi ilmiahnya pada penerimaan jabatan Guru Besar Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi Unpad di Graha Sanusi Harjadinata, Unpad. Ilya menyebutkan, terdapat tiga kategori kecurangan umum terjadi di sektor pemerintahan yakni kecurangan terkait penyusunan anggaran, kecurangan mekanisme penggunaan anggaran dan kecurangan melalui laporan keuangan yang direkayasa. "Ketiga kecurangan itu terjadi karena lemahnya peraturan dan perundangan yang berlaku serta keterbatasan kemampuan SDM pemerintah," katanya. Dalam orasinya yang bertema "Transaction Fraud pada Laporan Keuangan sebagai Salah Satu Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi" Ilya mengungkapkan kecurangan di sektor pemerintahan juga dilakukan pada relokasi mata anggaran belanja, tidak mencatat transaksi pendapatan, mencatat transaksi palsu dan melakukan aktiva yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Praktik fraud di Indonesia, menurut dia terjadi sejak Indonesia merdeka yang lebih dikenal dengan istilah korupsi. Gejala yang terjadi di Indonesia adalah kombinasi antara penyalahgunaan kekuasaan atas aktiva negara untuk kepentingan pegawai dan pejabat negara. "Kecurangan dilakukan dengan adanya transaksi fiktif dan hilangnya aset negara yang dikubur dalam laporan keuangan yang direkayasa dan didukung dengan dokumen palsu," katanya. Sementara itu kelemahan penegak hukum, katanya, pada gilirannya digunakan sebagai alat pembenaran atas terjadinya fraud dan rekayasa laporan keuangan. Guna mengatasi laporan keuangan yang sarat fraud, kata dia perlu dilakukan meningkatkan perhatian dalam menyikapi keandalan dokumen yang menjadi dasar penyusunan laporan keuangan, law enforcement yang cukup memadai untuk menjerat pelaku pemalsuan dokumen dan pelaku bisnis fiktif. "Juga punishment yang menimbulkan efek jera bagi pelaku kecurangan," kata wanita kelahiran Bandung 12 Juli 1959 itu. Ia menyebutkan, perlu ada peran akuntan untuk menyempurnakan standar auditing sesuai dengan SAS 99 dan ISA 204 serta memberikan tanggung jawab kepada auditor untuk penaksiran kemungkinan adanya fraud dan kemungkinan adanya "fraudulent financial statement". "Peran akuntan pendidik juga perlu untuk menyempurnakan silabi auditing dengan teknik-teknik pendeteksian fraud Dalam transaksi keuangan," ucapnya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008