Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah masih akan mengandalkan utang lewat penerbitan surat berharga negara (SBN) untuk menutup defisit APBN 2009. "Sumber pembiayaan defisit yang tersedia terutama dari perbankan dalam negeri, pinjaman program, privatisasi, dan sebagainya, jumlahnya dari waktu ke waktu semakin terbatas," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pemandangan umum fraksi-fraksi DPR di Jakarta, Selasa. Oleh karena itu, sumber pembiayaan yang berasal dari utang, khususnya penerbitan SBN, tetap diperlukan. Penerbitan SBN sendiri akan lebih membidik pasar domestik dengan mempertimbangkan beban biaya paling murah dan tingkat risiko terkendali. "Oleh karena itu pemerintah senantiasa berupaya agar pasar SBN domestik semakin likuid, aktif, dalam dan stabil," katanya. Penerimaan negara sendiri masih belum mencukupi seluruh kebutuhan belanja negara sehingga APBN tetap mengalami defisit. Meski begitu, pemerintah akan berusaha menjaga besaran defisit pada tingkat yang aman bagi perekonomian, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Bersamaan dengan itu, pemerintah konsisten berupaya menurunkan rasio utang terhadap PDB dengan menjaga pertumbuhan utang pada tingkat yang lebih rendah dari pertumbuhan PDB agar kesinambungan fiskal terjaga. Rasio biaya dan bunga utang terhadap PDB maupun terhadap belanja negara juga diusahakan menurun agar pemerintah lebih leluasa menetapkan kebijakan belanja negara sehingga stimulus fiskal meningkat. Pemerintah menilai kebijakan anggaran defisit tidak selalu bermakna negatif sepanjang dalam pelaksanaannya bisa dikendalikan dan tidak mengganggu keberlanjutan kebijakan fiskal. Besaran defisit RAPBN 2009 sebesar 1,9 persen dari PDB juga masih wajar dan sesuai dengan kondisi dan kemampuan fiskal negara sekarang, bahkan masih di kisaran yang telah direkomendasikan Panitia Anggaran DPR sebesar 1,5 - 2,0 persen dari PDB. "Namun demikian pemerintah setuju dengan pendapat bahwa pada tahun-tahun mendatang, besaran defisit anggaran harus bida ditekan tanpa harus mengganggu aktivitas perekonomian," jelas Menkeu. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008