Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah segera membentuk tim untuk negosiasi ulang kontrak penjualan gas alam cair (LNG) Tangguh ke China. Menurut Menko Perekonomian Sri Mulyani usai sidang kabinet paripurna, sesuai arahan presiden dan wakil presiden tim itu akan bekerja untuk menegosiasikan kembali nilai penjualan komoditas tersebut yang sebelumnya dinilai merugikan. "Bapak Presiden tadi sudah menyampaikan di depan pers kita akan menyusun tim negosiasi. Secara sistem memang dibawah Presiden tapi diawasi oleh pak Wapres dan dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian," kata dia di Kantor Presiden Jakarta, Kamis. Untuk menjamin agar proses itu berjalan sesuai dengan yang diharapkan, masih menurutnya, maka anggota dari tim negosiasi itu harus memiliki sejumlah persyaratan. "Kita akan memilih nama-nama tim tidak terlalu banyak, yang paling penting kriterianya mereka yang punya integritas dan tidak punya konflik of interest dan juga harus punya kompetensi dan pemahaman di bidang itu," kata Sri Mulyani. Ia menambahkan saat tim sudah terbentuk, maka akan disusun rencana kerja, termasuk didalamnya perbandingan dengan kontrak-kontrak terbaik yang ada baik di dalam negeri maupun di dunia internasional. "Dengan melihat kontrak tersebut terutama voting pada saat perundingan, benchmark kontrak-kontrak yang ada di Indonesia atau di dunia maka kita punya argumen yang kuat dan logis mengenai sebuah persetujuan bisa dicapai apa yang diberikan pihak indonesia dan yang kita inginkan," katanya. ia menambahkan, dengan demikian masyarakat bisa melihat alur dari pemikirannya dan pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh tim. Sri Mulyani mengatakan, pentingnya mencegah timbulnya konflik kepentingan sehingga saat mengambil keputusan tidak dipengaruhi oleh sesuatu hal sehingga keputusannya tidak merugikan masyakat. Namun ketika ditanya tentang target harga penjualan yang diinginkan oleh pemerintah Indonesia, Sri Mulyani menolak menyebutkannya sebelum memberikan laporan pada Presiden sesaat setelah tim itu terbentuk. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang kabinet paripurna yang berlangsung Kamis (28/8) memutuskan membentuk tim untuk melakukan renegosiasi harga jual gas sumur Tangguh ke China yang akan dipimpin Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati. "Menko Perekonomian akan susun tim negosiasi yang kuat berkoordinasi dengan menteri teknis terkait. Wapres akan supervisi atas jalannya kerja tim untuk membikin sasaran harga yang realistik dan melakukan benchmarking," kata Presiden. Presiden juga meminta anggota tim yang dipilih tidak memiliki konflik kepentingan dan bisa bekerja sesuai sistem dan aturan yang berlaku. "Apabila berhasil renegosiasi dan pemerintah mengambil keputusan nanti, sejak itu semua jadi tangungjawab saya sebagai presiden apabila ada permasalahan dari kebijakan atau substansinya. Jadi tidak perlu ada keraguan untuk renegosiasi," katanya. Presiden menjelaskan, keputusan untuk melakukan renegosiasi harga jual gas Tangguh ke China dilakukan pemerintah setelah mendapat laporan audit dari BPK pada 14 Juni lalu, yang menyebutkan adanya potensi kerugian negara dalam kontrak penjualan yang ditandatangani tahun 2002 itu. "Kalau dipelajari kontrak `sales and purchase` dan tidak diperbarui disesuaikan dengan harga global yang 120 - 140 dolar AS, akan besar sekali kerugian negara," katanya. Menurut Presiden, dirinya telah meminta Wapres Jusuf Kalla untuk membuka renegosiasi ini dengan bertemu Wapres China Xi Jinping dan telah dilakukan pekan lalu. "Wapres sudah ke RRC negosiasi dengan Wapres RRC, mudah-mudahan ada celah untuk memperbaiki kontrak," katanya. Presiden menjelaskan, kebijakan pemerintah terhadap kontrak-kontrak penjualan migas tidak berubah dan akan selalu menghormati kontrak-kontrak yang ada sejak Presiden Soekarno dan Soeharto. "Itu apabila betul-betul memenuhi rasa keadilan, dengan pelaksanaan yang benar, pengawasan harus benar. Kalau kontrak itu merusak rasa keadilan harus renegosiasi dan tidak boleh diambil alih yang bisa menimbulkan gejolak sistem investasi," katanya. Wapres Jusuf Kalla menilai, kontrak penjualan gas yang dilakukan pada masa Presiden Megawati Soekanoputri itu bisa menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp75 triliun. Menurutnya harga jual gas Tangguh sebesar 3,4 dolar AS/mmbtu hanya seperenam harga jual yang seharusnya, sehingga negara akan dirugikan sebesar 3 miliar dolar AS setahun. "Kita kehilangan kesempatan pendapatan 3 miliar dolar AS setahun, kalau dikali 25 tahun jadi Rp75 triliun. Ini akibat salah mengatur kontrak yang sudah kita keluarkan dari peraturan yang dibuat Pemerintah," katanya. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008