Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak akan melakukan eksaminasi atau penelitian terhadap tugas penuntutan jaksa yang menangani kasus pembunuhan Asrori, karena mereka bekerja berdasarkan hasil penyidikan kepolisian. "Itu sudah diatur Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Abdul Hakim Ritonga, di Jakarta, Kamis. Seperti diketahui, Pengadilan Negeri (PN) Jombang, Jawa Timur pada 8 Mei 2008, memvonis Imam Hambali dengan 12 tahun penjara dan David Eko Prasetyo 12 tahun penjara, karena melakukan pembunuhan terhadap Asrori. Namun Very Idham Henyansyah alias Ryan, tersangka pelaku pembunuhan berantai 11 orang, belakangan mengaku telah membunuh Asrori. Jampidum mengatakan, dengan adanya temuan itu tidak bisa begitu saja mematahkan tuntutan jaksa terhadap Imam Hambali dan David Eko Prasetyo. "Untuk membatalkannya, terpidana harus mengajukan peninjauan kembali (PK) mengenai error in persona," katanya. Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Djoko Sarwoko, mengatakan, hakim dalam mengeluarkan suatu putusan, merupakan, sifat kemandirian hakim. "Jadi kalau Hambali tidak menerima putusan itu, maka bisa menjadi bukti baru untuk mengajukan PK," katanya. Kendati demikian, menurut Jubir MA, untuk menyatakan temuan baru itu, tetap harus menunggu putusan bahwa Ryan benar-benar telah membunuh Asrori. "Pasalnya selama ini, DNA dijadikan sebagai alat bukti, tapi itu belum cukup," katanya. Ia juga mengatakan adanya kesalahan menjatuhkan vonis itu, bukanlah yang pertama kali tapi sudah sering terjadi. Komisioner Komisi Yudisial (KY), Soekotjo Soeparto, mengatakan, pihaknya juga belum bisa mengambil sikap terhadap hakim yang memutuskan perkara itu, karena harus menunggu salinan putusan kasus tersebut. Dikatakan, kesalahan seperti error in persona oleh hakim, sangat tergantung dari bahan dasarnya, yakni, keputusan dari polisi dan jaksa. "Sebenarnya banyak kasus seperti itu, seperti, kasus Sengkon dan Karta di tahun 1980-an dan peristiwa pembunuhan di Bekasi," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008