Jakarta (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau masyarakat agar menghormati kemuliaan Ramadhan dengan bersama-sama membangun kondisi yang kondusif bagi umat Islam untuk dapat menunaikan ibadah puasa secara tenang dan khusyuk serta menjadikan bulan suci ini sebagai bulan pengendalian diri. Demikian taushiyah (seruan) MUI Pusat menyongsong Ramadhan 1429 Hijriyah yang disampaikan Sekretaris Umumnya Drs HM Ichwan Sam kepada pers di Jakarta, Jumat (29/8). "Kembangkan sikap toleransi dalam menjalankan agama, tidak terjebak pada pertentangan dan perselisihan," katanya didampingi Ketua Komisi Infokom MUI Said Budairy. Seruan MUI juga meminta kepada pemerintah untuk menutup dan membatasi semua tempat-tempat hiburan, menertibkan rumah makan, penayangan acara televisi yang menampilkan pornografi dan pornoaksi, misteri, ramalan-ramalan, kekerasan dan lawakan konyol, berpakaian yang tidak sesuai dengan akhlakul karimah. MUI juga mengimbau para elite politik sehubungan masa kampanye Pemilu 2009 agar menjadikan Ramadan sebagai bulan muhasabah bagi kehendak yang hanif untuk kemaslahatan bangsa dan demi terhindar dari musibah bahaya politik dengan tetap mengedepankan kepentingan bangsa dan negara serta bersama-sama menjaga kemuliaan bulan Ramadan dengan menghindari kegiatan kampanye yang diwarnai sikap tidak terpuji. Kepada organisasi/lembaga Islam, khususnya lembaga lembaga pendidikan untuk mengisi Ramadan demi lebih memberi makna pada pengayaan nilai dan khazanah Ramadan sebagai bulan pernah berkah dengan menyelenggarakan berbagai program keumatan untuk keluarga, remaja dan anak-anak seperti tadarus Alauran, pesantren kilat, kursus keagamaan. Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Said Budairy mengatakan para industriawan penyiaran, penanggung jawab siaran televisi, pemilik production house diminta toleransinya untuk mengelola program siaran yang tidak mengganggu kekhususan umat Islam beribadah dalam bulan puasa yang diperkirakan berawal pada Senin, 1 September mendatang. Sesuai dengan UU Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, pasal 36 ayat 5 dan 6 menyebutkan, isi siaran yang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/ atau bohong. Dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika, dilarang memperolok, merendahkan, melecehkan, dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama serta martabat manusia Indonesia. "Soal sanksinya berdasarkan Undang-Undang No 32 itu, maka berdasarkan rekomendasi KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), pemerintah berhak menutup lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran," kata Said. MUI, lanjutnya, juga melarang program siaran adegan yang menggambarkan hasrat seksual atau disosialisasikan dengan aktivitas hubungan seks atau adegan yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks secara eksplisit dan vulgar. "Apalagi di bulan Ramadan, di bulan-bulan lainnya kami mengharapkan agar ketentuan itu dapat dipatuhi," kata Said.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008