Jambi (ANTARA News) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Jambi menyesalkan sikap pihak keamanan Bandara Sultan Thaha yang membatasi tugas wartawan meliput perkembangan tergelincirnya pesawat Sriwijaya Air. "Kami amat menyesalkan sikap oknum para petugas bandara yang membatasi akses wartawan untuk mendapatkan informasi dan gambar. Ini sangat bertentangan dengan UU Pers," kata Ketua PWI Cabang Jambi, Mursyid Sonsang di Jambi, Jumat. Begitu juga dengan sikap Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) yang terkesan tutup mulut, terkait hasil investigasi mereka dilapangan. "Padahal masyarakat harus tahu apa penyebab kecelakaan itu. Saya rasa ini tidak akan mengganggu jalannya tugas KNKT," ujarnya. Para wartawan pun akan mengerti, jika ada beberapa hal yang belum bisa dipublikasikan, karena untuk kepentingan penyidikan," kata Mursyid, juga Koresponden RCTI di Jambi. PWI Jambi menyesalkan itu menyusul larangan petugas keamanan Bandara Sultan Thaha Jambi terhadap para wartawan baik cetak maupun elektronik pada Jumat siang (29/8) yang ingin meliput pesawat Sriwijaya yang masuk di kebun sayur. Sejumlah kameraman televisi swasta sempat protes dengan larangan itu, hingga terjadi pertikaian mulut. Pesawat Sriwijaya Air jenis Boeing 737-200 dengan nomor penerbangan SJ-062 yang membawa 123 penumpang dari Jakarta tergelincir ke luar landasan sekitar 200 atau merosot kebun sayur petani, Rabu sore (27/8). Tiga petani sayur atau sekeluarga yang bercocok tanam di sekitar landasan mengalami luka parah akibat tertabrak pesawat yang dikopiloti M Basuki dan Co pilot Hendri. Seno (50) dan anaknya berusia 4 tahun bernama Rahmat Shodikin, dan isterinya Pasri (4)) petani yang menjadi korban pesawat Sriwijaya hingga kini masih di rawat intensif di RS Asia Medika. Bahkan Seno, terpaksa kaki kiri dan tangan kanannya diamputasi, karena luka remuk yang cukup parah. Tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan pesawat itu, namun 26 orang penumpang sempat dirawat karena luka dan shock. Sedangkan 13 orang sudah kembali ke rumah masing-masing.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008