Washington, D.C. (ANTARA News) - Duta Besar RI untuk AS Sudjadnan Parnohadiningrat menyatakan dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masalah tuduhan bahwa dirinya menerima suap 200.000 dolar AS dari mantan duta besar Indonesia untuk Singapura, Mochamad Slamet Hidayat. "Saya sudah serahkan sepenuhnya kepada KPK soal langkah dan tindakan yang diambil," kata Sudjadnan ketika menjawab pertanyaan ANTARA di Washington, Jumat. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Rabu (27/8), mengungkapkan bahwa Slamet Hidayat didakwa menyuap Sudjadnan sebesar 200.000 dolar AS terkait pengesahan usulan Anggaran Belanja Tambahan (ABT). Tim JPU menyatakan bahwa penyuapan tersebut terjadi dalam kurun waktu Agustus 2003 sampai September 2004 ketika Slamet masih menjadi Dubes RI untuk Singapura dan Sudjadnan menjadi Sekjen Deplu. "Saya tidak terima uang seperti yang dikatakan dalam beberapa media. Dan saya pastikan, apapun yang saya lakukan, itu sejalan dengan fungsi dan tugas pokok Deplu," kata Sudjadnan. Dubes RI untuk AS itu mengungkapkan bahwa semua fakta menyangkut dirinya telah ia sampaikan kepada KPK pada 5 Juni 2008 lalu dalam sebuah sesi penyelidikan. "Apapun yang saya lakukan, sangat terkait dan saya jalankan sesuai dengan pemenuhan berbagai kebutuhan yang diperlukan saat itu," kata Sudjadnan. Dalam surat dakwaannya, tim JPU menyatakan, Slamet Hidayat memerintahkan dua stafnya Erizal dan Eddi Suryanto Hariyadhi Dwihardono untuk mengurus usulan ABT untuk Kedutaan Besar Indonesia di Singapura. Atas perintah Slamet Hidayat, keduanya menemui Sekjen Deplu Sudjadnan Parnohadiningrat. Usulan ABT itu kemudian ditindaklanjuti oleh Sudjadnan dengan mengeluarkan surat bernomor 982/KU/IX/2003/ 20/02. Pada 13 Oktober 2003, Slamet Hidayat menerima kabar dari Staf Biro Keuangan Deplu, Sutarni bahwa usulan ABT tersebut telah disetujui dengan dikeluarkannya surat bernomor S-4933/A/2003. "Terdakwa Mochammad Slamet Hidayat kemudian meminta menyisihan dana satu juta dolar Singapura untuk pengurusan ABT," ungkap JPU. Penyisihan dana itu diambilkan dari anggaran renovasi gedung kedutaan besar Indonesia di Singapura. Setelah mengadakan hubungan telepon, Slamet Hidayat kemudian memberikan uang sebesar 100 ribu dolar AS kepada Sudjadnan pada April 2004 di hotel Four Season Singapura. Slamet Hidayat juga memberikan uang 100 ribu dolar AS kepada Sudjadnan secara bertahap dalam kurun waktu Juni 2004 sampai Maret 2006. Terhadap dakwaan itu, Slamet Hidayat yang menjadi terdakwa bersama Bendahara Kedutaan Besar Indonesia di Singapura, Erizal, tidak mengajukan keberatan. Tim JPU menjerat Slamet Hidayat dengan pasal 5 (1) huruf b UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, Slamet Hidayat juga dijerat dengan pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam surat dakwaan yang sama, tim JPU juga menyatakan, terdakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek renovasi gedung dan rumah dinas di kompleks kedutaan besar Indonesia di Singapura dengan perkiraan kerugian negara sebesar Rp8,47 miliar.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008