Jakarta (ANTARA News) - Pengulas politik Dr. Dewi Fortuna Anwar dalam satu seminar di Universitas Negeri Islam (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Jumat, memuji kebijakan diplomasi publik Departemen Luar Negeri (Deplu) RI yang diluncurkan sejak 2002. "Sejak dibentuknya Direktorat Jenderal (Dirjen) Informasi dan Diplomasi Publik Deplu pada 2002, Deplu telah berhasil membuat beberapa kemajuan ihwal kebijakan diplomasi Indonesia," kata Dewi. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mencontohkan keberhasilan diplomasi publik Deplu itu antara lain ialah penyelenggaraan "Dialog Lintas Keyakinan", Beasiswa Seni Budaya Indonesia untuk menciptakan "Friends of Indonesia", Diseminasi Informasi dan membangun konstituen diplomasi di kalangan peruruan tinggi dan Temu Budaya. Senada dengan Dewi, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Dr. Rizal Sukma, menilai positif kebijakan diplomasi publik Deplu. "Peluncuran diplomasi publik Deplu sangat mewarnai kebijakan luar negeri Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini," kata Rizal. Kendati demikian, Dewi dan Rizal menggarisbawahi bahwa keberhasilan itu belum maksimal. "Meskipun ada kemajuan, tentu masih perlu dilihat kelanjutannya ke masa depan, sejauh mana efektifitas dari pelaksanaan diplomasi publik tersebut," kata Rizal. Menurut Rizal, di satu sisi, kebijakan diplomasi publik mencerminkan reformasi di Deplu, tetapi di sisi lain reformasi di lembaga itu belum sepenuhnya berjalan. "Saya baru melihat reformasi telah dijalankan oleh Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik, ada pun Dirjen-Dirjen Deplu lain masih setengah hati menjalankan reformasi itu," katanya. Ia mengatakan reformasi di Deplu tersebut mulai berjalan setelah peralihan generasi dari Orde Baru ke Orde Reformasi dengan tampilnya tokoh-tokoh muda yang dipelopori Menteri Luar Negeri Dr. Nur Hassan Wirajuda. Menurut Rizal, di masa lalu, kebijakan luar negeri hanya ditentukan "apa kata presiden dan menteri luar negeri", tetapi sekarang misi itu telah meluas dan melibatkan semua pihak sehingga mencerminkan pelaksanaan reformasi. Rizal menceritakan pengalamannya ketika ia pernah diajak seorang pejabat Deplu untuk misi diplomasi ke Selandia Baru. "Di Selandia Baru, ada seorang wanita pegiat hak asasi manusia yang anti-TNI dan munuduh terjadi korupsi di lembaga itu. Namun pejabat Deplu itu menanggapinya secara profesional sehingga mengalihkan persoalan yang disoroti sang pegiat anti-TNI itu," katanya. Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Deplu Andri Hadi menjelaskan, kebijakan dipomasi publik luar negeri Indonesia memiliki dua sasaran. Sasaran pertama adalah menampilkan wajah Indonesia baru yang moderat, demokratis dan progresif, sedangkan sasaran kedua membangun konstituen diplomasi dengan bekerjasama dan merangkul semua kalangan seperti ulama, cendekiawan dan masyarakat umum. "Misi diplomasi Indonesia sekarang telah meluas menjadi kontak antar `masyarakat Indonesia ke masyarakat` di negara lain," kata Andri. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2008